Tuesday, December 12, 2006

3 Desember: Peringatan Hari Penyandang Cacat International; Menggugat Pelaksanaan Kebijakan untuk “Diffable”


http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&dn=20061212165731


Oleh : Titiana Adinda

12-Des-2006, 17:13:34 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Penggunaan istilah diffable sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang terkesan negatif dan diskriminatif. Diffable sendiri berarti manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah itu jelas lebih manusiawi. Istilah Diffable sendiri berarti manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah itu jelas lebih manusiawi. Istilah Diffable didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan.Tanggal 3 Desember kita rayakan sebagai Hari Penyandang Cacat International. Memang hari itu kurang cukup populer dibandingkan dengan perayaan hari besar lainnya. Di hari itulah, kita wajib mempertanyakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi kaum diffable ini.Untuk menilai apakah pemerintah sudah menjalankan amanat hati nurani rakyat atau belum khususnya kepada kaum diffable.Setidaknya sampai saat ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa landasan hukum untuk kaum diffable tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,dan beberapa peraturan lainnya.

Lalu bagaimana pelaksanaannya?
Kita bisa menyaksikan sendiri bahwa amat jarang fasilitas publik dikota-kota besar contohnya di Jakarta dan Surabaya seperti tempat ibadah, bank, rumah makan, sekolah, mal/plaza dan lainnya yang menyediakan jalan bagi kursi roda. Semuanya beranak tangga. Lalu bagaimana orang yang menggunakan kursi roda bisa mengakses gedung tersebut? Seperti menurut M.Ridwan Kamil, dosen arsitektur ITB bahwa setidaknya sebuah kota harus dapat secara komprehensif menyediakan aturan-aturan yang diterapkan ke dalam beberapa sektor. Pertama adalah menghilangkan diskriminasi di sektor employment atau tempat kerja/kantor. Kedua adalah hak aksesibilitas di sektor public service atau sarana publik seperti kantor pemerintah, sekolah, kantor pos, terminal maupun stasiun kereta. Ketiga adalah hak aksesibilitas di sektor public acommodation seperti halnya hotel, restoran, toko-toko. Terakhir adalah sektor sarana telekomunikasi yang diwajibkan untuk menyediakan sistem khusus bagi kaum tunarungu dan tunawicara. (Kompas, Rabu, 7 Juni 2000)

Begitu juga dengan kesempatan bekerja amat jarang bahkan tidak ada perusahaan/lembaga di Indonesia menyediakan lowongan untuk kaum diffable. Bahkan yang sudah bekerja dan karena sakit keras kemudian menjadi diffable dipecat menjadi pekerja.Mereka dianggap tidak mampu untuk bekerja bahkan dianggap sebagai sampah masyarakat atau penyandang masalah sosial. Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menunjuk pelapor khusus untuk masalah diffable ini. Yang memberikan masukan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa dalam program kerjanya dan untuk menghapuskan diskriminasi sosial pada kaum diffable.Sekretaris Jenderal PBB dalam sambutannya di Hari International Penyandang Cacat tahun lalu mengatakan bahwa negara-negara anggota harus memberikan kesempatan yang sama bagi kaum diffable baik di bidang pekerjaan,pendidikan, kesehatan,i nformasi dan mendapatkan hak aksesibilitas.

Peran DPR juga amat dibutuhkan untuk menanyakan implementasi landasan hukum yang dibuat oleh pemerintah. Apakah sudah berjalan dengan baik atau belum? Jangan hanya diam saja. Ingat bahwa kaum diffable juga memberikan suaranya untuk memilih para wakil di DPR ketika pemilu,j adi jangan lupakan kepentingan mereka. Bahkan dalam pidatonya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Cacat International 2005 menginstruksikan kepada para gubernur di Indonesia untuk menyediakan fasilitas yang memadai bagi kaum diffable. Tapi hampir setahun instruksi itu keluar tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kepentingan kaum diffable.

Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah sudah sewajarnya peduli kepada kaum diffable ini.Karena sama dengan warga negara lain kaum diffable juga membayar pajak sehingga wajib untuk menikmati hasil-hasil pembangunan. Sudah sewajarnya ada sinergi diantara kementerian. Misalnya kerjasama antara Menteri Kesejahteraan Sosial,Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Agama serta Menteri Pendidikan Nasional. Misalnya saja untuk Menteri Riset dan Teknologi mampu menciptakan tekhnologi kursi roda yang dapat digerakkan oleh listrik. Sehingga penggunanya dapat dengan sendiri menjalankan kursi roda tersebut. Menteri Agama bisa mengeluarkan instruksi kepada masyarakat dalam membangun rumah ibadah haruslah dapat diakses oleh kaum diffable misalnya dengan menyediakan jalan khusus bagi kursi roda. Jangan lagi kita membaca kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Bahrul Fuad dan teman-temannya yang kebetulan diffable ketika akan menunaikan ibadah shalat di Masjid Agung Surabaya yang tidak menyediakan jalan khusus bagi kursi roda (Cerita selengkapnya dapat dibaca di internet dengan alamat http://cakfu.info).

Peran masyarakat untuk kaum diffable juga penting.Misalnya mulai dari sekarang para pemuka agama dari agama apapun dalam ceramahnya menggangkat isu bahwa memberi perhatian dan fasilitas khusus kepada kaum diffable adalah perbuatan terpuji dan sangat berpahala. Ini penting mengingat peran tokoh agama di negeri ini sangatlah didengarkan oleh pengikutnya. Begitu juga dengan perkumpulan profesi seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) hendaknya mengeluarkan sikap yang tegas bahwa dalam rancangan bangunan anggotanya selalu memperhatikan fasilitas bagi kaum diffable. Dan apabila ada anggotanya yang melanggar ketentuan itu maka dapat dikenai sanksi.

Ya semoga saja bangsa kita ini benar-benar menjadi bangsa yang lebih manusiawi dengan memperhatikan hak-hak kaum difabble yang berarti kita telah mengamalkan Sila dalam Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan. Tanggal 3 Desember kita rayakan sebagai Hari Penyandang Cacat International. Memang hari itu kurang cukup populer dibandingkan dengan perayaan hari besar lainnya. Di hari itulah, kita wajib mempertanyakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi kaum ini.Untuk menilai apakah pemerintah sudah menjalankan amanat hati nurani rakyat atau belum khususnya kepada kaum tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,dan beberapa peraturan lainnya.


2 comments:

Titiana Adinda said...

Dari Pak Ridwan Kamil:

Dinda,

tulisan sangat menarik, mudah2an terus produktif ya.

salam,

ridwan kamil
===========

Pak Ybagyo:

Selamat. Banyak hal dapat ditulis tentang hal ini. Kontak saja Mitra
Netra.

Salam,
ys

Anonymous said...

Dari:Haris

memang selama ini kebijakan pemerintah masih Diskriminatif terhadap difabel sehingga perlu perjuangan untuk mewujudkan keadilan bagi difabel. Terima kasih Dinda semoga tulisan tersebut dapat membuka pikiran para pengambil kebijakan

Haris