Sunday, December 30, 2018

Stop Pernikahan Anak !

Thursday, November 29, 2018

DOMESTIC VIOLENCE: IMPACT ON CHILDREN

Domestic violence; impact on children

https://youtu.be/TOfeByZ1jic

Wednesday, October 31, 2018

Stop Domestic Violence!

https://youtu.be/X5JiqCLh6ps

Saturday, October 27, 2018

Saturday, September 29, 2018

Tentang Paralegal; Apa dan siapa Paralegal


http://lbhapik.or.id/2018/03/27/tentang-paralegal-apa-dan-siapa-paralegal/

Paralegal adalah seseorang yang mempunyai keterampilan hukum namun ia bukan seorang Pengacara (yang profesional) dan bekerja di bawah bimbingan seorang Pengacara atau yang dinilai mempunyai kemampuan hukum untuk menggunakan keterampilannya.

Isitilah “Paralegal”, pertama kali tercantum dalam peraturan perundang-undangan yaitu dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Dalam Pasal 9 Undang-Undang Bantuan Hukum antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berhak melakukan rekrutmen terhadap pengacara, paralegal, dosen, dan mahasiswa fakultas hukum”. Sementara itu dalam pasal 10 antara lain disebutkan bahwa “Pemberi Bantuan Hukum berkewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan Bantuan Hukum bagi advokat, paralegal, dosen, mahasiswa fakultas hukum.

Meski baru mendapatkan legitimasi formil dengan istilah “Paralegal” setelah disahkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, namun didalam sejumlah peraturan perundang-undangan sebelumnya sesungguhnya sudah banyak memberikan legitimasi bagi posisi paralegal, meskipun dengan penyebutan yang berbeda-beda. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga menggunakan istilah “relawan pendamping” untuk menyebut istilah “paralegal”. Sementara itu Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak menggunakan istilah “pekerja sosial”.

Sejarah Keparalegalan
Istilah paralegal dikenak di Indonesia pada sekitar tahun 1975. Sebelumnya, pada jaman pendudukan Belanda, Paralegal lebih dikenal dengan sebutan pokrol (gemachtegde).

Paralegal awalnya muncul sebagai reaksi atas ketidakberdayaan hukum dan dunia profesi hukum dalam memahami dan menangkap serta memenuhi asumsi-asumsi sosial yang diperlukan guna mewujudkan hak-hak masyarakat miskin yangs ecara jelas diakui oleh hukum. Pelaksanaan hak-hak tersebut seringkali hanya bisa dilaksanakan jika asumsi-asumsi sosial tersebut dipenuhi:

- Masyarakat mengerti dan memahami hak-hak tersebut
- Masyarakat mempunyai kewajiban kekuatan dan kecakapan untuk memperjuangkan dalam mewujudkan hak-hak tersebut.
Paralegal ada dan berkembang untuk pemenuhan asumsi-asumsi sosial tersebut.

Sepanjang perkembangannya, pada akhirnya Paralegal diakui legitimasinya di dalam system perundangan di Indonesia, beserta dengan peran dan fungsinya yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan di masyarakat. Seperti dijabarkan pada point di atas.

Friday, August 31, 2018

6 Hal yang Tidak Seharusnya Dilakukan Oleh Kekasihmu


https://lifestyle.kompas.com/read/2018/08/28/221143820/6-hal-yang-tidak-seharusnya-dilakukan-oleh-kekasihmu?utm_source=Facebook&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sticky_Dekstop

KOMPAS.com - Kekerasan dalam pacaran bisa muncul kapan pun tidak peduli seberapa lama kamu berpacaran, entah masih seumur jagung atau sudah bertahun-tahun lamanya.

Apalagi kalau pasangan memang punya sifat temperamental, kamu bisa selalu jadi sasaran luapan emosinya. Padahal beberapa hal sebenarnya tidak boleh dilakukan oleh pasangan.

Sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Interpersonal Violence, melakukan penelitian pada 350 mahasiswa tentang konflik yang pernah terjadi dalam hubungan mereka. Khususnya tindakan kekerasan dalam pacaran – baik secara fisik maupun emosional.

Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 95 persen peserta mengalami kekerasan emosional, sementara 30 persen diantaranya mendapatkan kekerasan secara fisik. Terlihat mengerikan, ya?

Pada dasarnya, sebuah hubungan tidak selamanya akan berjalan mulus. Pertengkaran, cekcok, jenuh, dan kecewa merupakan bagian alami yang sudah sewajarnya ada. Asalkan masih dalam batas normal.

Sekarang, coba evaluasi kembali hubungan kamu dan pasangan, apakah beberapa hal "terlarang" di bawah ini pernah kamu alami?

1. Main fisik
Sudah saling kenal dan menjalin hubungan dalam waktu lama bukan berarti pasangan bisa melakukan apapun padamu, termasuk berani main fisik saat sedang bertengkar hebat.

Jika pasangan bisa seenaknya menendang, memukul, menjambak rambut, menampar, mencekik, hingga mencoba menyakiti dengan senjata, tandanya kamu sudah mengalami kekerasan dalam pacaran.
Kalau sudah kelewatan begini, jangan ragu untuk mengakhiri perjalanan cinta dengannya atau langsung mencari pertolongan dari pihak berwajib.

2. Sering dicaci-maki
Selain mengalami kekerasan fisik, pernahkah pasangan menghina dengan kata-kata kasar, cacian, hardikan, serta umpatan yang tidak pantas? Jika ya, hati-hati ini merupakan pertanda darurat kalau kamu terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Mirisnya, kondisi seperti ini lambat laun berisiko untuk membuat korbannya mengalami depresi, tidak memiliki harga diri, hingga berujung pada keinginan untuk bunuh diri.

Catia Harrington, PsyD, seorang psikolog klinis di New York, menuturkan bahwa hubungan yang sehat seharusnya menuntun kita untuk melakukan hal-hal positif; serta membuat kita merasa percaya diri, dihargai, dan dicintai – bukan sebaliknya. Ilustrasi pertengkaran

3. Melampiaskan emosi pada lingkungan sekitar
Menurut Kathryn Moore, PhD, seorang psikolog di Providence Saint John’s Child and Family Development Center di California, kekerasan dalam pacaran tidak melulu berupa fisik atau emosional yang menyerang kamu secara langsung.
Saat pasangan berperilaku kasar dengan melempar benda keras, meninju tembok, maupun menghancurkan benda di sekitar, jangan lagi anggap itu hanya pertengkaran biasa.

4. Sikap posesif berlebihan
Saling percaya satu sama lain adalah akar dari hubungan yang sehat. Tapi bila pasangan justru terlihat sulit untuk percaya, bahkan terkesan selalu mengawasi gerak-gerikmu hingga mulai mengusik hal-hal pribadi, sebaiknya, mulai ambil langkah mundur dan pikirkan kembali hubungan dengannya.

Jangan lantas berpikir bahwa yang ia lakukan ini semata-mata karena rasa sayang dan cintanya, sehingga ia harus mengawasi kamu 24 jam tanpa pernah membiarkanmu menikmati waktu “sendiri”.

Ada masanya kalian berdua bisa menghabiskan waktu bersama, tapi ada juga masa dimana kamu bisa meluangkan waktu untuk diri sendiri.
Baca juga: 4 Manfaat Menikmati Waktu Sendiri

5. Menjauhkan dari teman dan keluarga
Kelanjutan dari sikap posesif, nantinya tanpa sadar akan membuat kamu jauh dari orang-orang terdekat. Seolah-olah semua waktu yang kamu miliki harus dihabiskan bersama pasangan, mulai pagi sampai malam.

Lalu, kapan kamu bisa memberikan waktu untuk sekadar mendengarkan cerita sahabat, menemani orangtua di rumah, atau membantu persiapan pernikahan saudara yang sudah tinggal hitungan hari?

Sebab pada dasarnya, yang bisa mengendalikan diri, waktu, hingga kegiatanmu, tentu kamu sendiri. Jangan biarkan pasangan, terlebih masih dalam taraf pacaran, bisa mengatur sesuka hatinya.

Ingat, pasangan yang baik seharusnya tidak akan melarang kamu untuk melakukan hal lain selama masih dalam lingkup yang positif.

6. Mudah terpancing emosi
Nampaknya, tidak ada pasangan yang ingin hubungan asmaranya berantakan. Pertengkaran kecil adalah hal biasa dan justru bisa menjadi bumbu penyedap percintaan. Namun, jangan tinggal diam bila pasangan sulit untuk menahan emosinya.

Terlebih jika kamu seolah-olah menjadi “tempat sampah” dari kemarahannya yang sudah memuncak. Ya, ia bisa saja membentak dan memarahi tanpa alasan, bahkan disertai kata-kata kasar ketika amarahnya sudah tidak terbendung lagi.

Nah, kalau ini terjadi coba pikirkan kembali dengan matang apakah si dia masih pantas untuk mendampingi kamu dalam suka dan duka nantinya?

Editor: Wisnubrata

Monday, July 30, 2018

Informasi Singkat Seputar Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)


 Oleh: Titiana Adinda

Mitos Seputar KDRT:

Mitos:
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hanya terjadi pada perempuan miskin saja.

Fakta: 
KDRT terjadi pada semua perempuan tanpa memandang kemampuan ekonomi, pekerjaan dan warna kulit.

Mitos:
Suami berhak memukul istrinya

Fakta: 
Tidak seorangpun berhak menyakiti manusia lainnya karena kita diciptakan sana oleh Tuhan. Memukul istri dengan alasan itu dibenarkan oleh agama adalah salah. Karena tidak ada satu agamapun yang membolehkan manusia menyakiti manusia lainnya

Mitos:
Alkohol dan narkoba penyakit yang menyebabkan KDRT

Fakta
Alkohol dan narkoba bukan penyebab KDRT. Alkohol dan narkoba hanyalah pemicu timbulnya KDRT. Pelaku KDRT kerap menjadikan alkohol dan narkoba sebagai alasan pembenar untuk melakukan kekerasan.

Mitos:
KDRT adalah masalah pribadi antara suami istri saja

Fakta: Itu salah, sebab KDRT adalah perbuatan kriminal dan saat ini negara sudah melindungi korban KDRT dengan menerbitkan UU Perlindungan KDRT No.23 Tahun 2004. Jadi, setiap korban berhak mendapat perlindungan hukum dan masyarakat juga harus berpatisipasi terhadap lingkungannya agar tidak terjadi KDRT.


Apa yang dapat saya lakukan untuk aman?

  • Panggil atau minta perlindungan dari kepolisian
Anda berhak mendapat perlindungan dari kepolisian karena sekarang sudah ada UU Perlindungan KDRT No. 23 Tahun 2004. Peran kepolisian amat penting terutama pada kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami anda. Mintalah kepolisian untuk menangkap suami anda jika kekerasan yang dilakukan oleh suami anda sudah sangat membahayakan keselamatan jiwa anda.

  • Dapatkan dukungan dari keluarga, teman dan sahabat
Berceritalah kepada keluarga, teman dan sahabat tentang perilaku kekerasan yang dilakukan oleh suami anda. Jangan malu, sebab jika anda malu maka taruhannya adalah keselamatan jiwa anda.

  • Cari tempat yang aman
Carilah tempat yang relatif suami tidak mengetahuinya atau tidak memiliki hak akses masuk terhadap tempat itu.

  • Dapatkan bantuan medis, psikologis dan hukum
Selain ke kepolisian kalau anda terluka secara fisik maka kunjungilah rumah sakit, untuk dukungan pada psikis anda bisa datang ke psikolog atau women crisis centre. Kalau anda mau memperkarakan kekerasan yang dilakukan oleh suami anda, maka mintalah bantuan ke pengacara atau lembaga bantuan hukum.


Jika Anda berada dalam hubungan yang penuh kekerasan, pikirkan tentang ...
  • Catatlah nomor telepon penting terdekat untuk Anda dan anak Anda. Terutama adalah nomor telepon kepolisian, women crisis centre, keluarga, teman dan sahabat.
  • Teman atau tetangga Anda bisa menjadi tempat anda menceritakan tentang perilaku kekerasan suami anda. Minta mereka untuk memanggil polisi jika mereka mendengar suara-suara marah atau kekerasan.
  • Jika Anda tidak berencana untuk pergi, pikirkan di mana kamu bisa pergi. Cobalah melakukan hal-hal yang membawa Anda keluar dari rumah - membuang sampah, atau pergi ke toko. Jangan lupa membawa barang-barang penting misal KTP, pakaian ekstra, tabungan/ATM, buku alamat, dll.
  • Hal yang harus diingat: Jika anda memutuskan keluar rumah hindari berlindung di rumah teman laki-laki yang membujang, sebab itu bisa membuat suami anda memanfaatkan situasi itu dengan menuduh anda berzina dan akhirnya mendapat hak wali anak.
  • Carilah bantuan medis, psikologis dan bantuan hukum ke women crisis centre.

*****



Tuesday, June 26, 2018

Lingkaran Kekerasan dalam Rumah Tangga




Oleh: Titiana Adinda


Anda sering bimbang ketika telah menjadi korban KDRT. Anda sering memaafkan pelaku dengan alasan dia telah meminta maaf kepada Anda dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.  Tetapi beberapa saat kemudian kekerasan itu terjadi lagi. Anda binggung kenapa bisa terjadi seperti itu? Itulah yang disebut the cycle of violence atau lingkaran kekerasan.

Kekerasan tidak terjadi sepanjang waktu, tetapi Anda akan mengalami masa-masa damai bahkan menyenangkan dengan pasangan anda. Maka sebaiknya Anda mengetahui pola lingkaran kekerasan itu.

  1. Fase Pertama; Ketegangan Yang Meningkat
    • Ketegangan mulai muncul. Pelaku mulai membuat insiden kecil, kekerasan lisan seperti memaki atau membentak serta kekerasan fisik kecil-kecilan.
    • Perempuan mencoba menenangkan atau menyabarkan pasangan dengan cara apapun yang menurutnya akan membawa hasil
    • Tetapi kemudian perempan merasa tidak banyak yang bisa dia lakukan karena sekuat apapun dia berusaha menyenangkan suami/pasangan kekerasan terus saja terjadi
    • Suami/pasangan melakukan penganiayaan sewaktu tidak ada orang lain.
    • Suami/pasangan mulai ada kekhawatiran bahwa istire/pasangannya akan pergi meninggalkannya karena ia tahu bahwa perbuatannya tidak pantas.
    • Pada diri suami/pasangan terdapat rasa cemburu yang berlebihan karena rasa memiliki yang tinggi
    • Perempuan semakin merasa takut dan menarik diri
    • Ketegangan kecil mulai bertambah
    • Ketegangan semakin tidak tertahankan oleh perempuan

  1. Fase Kedua; Penganiayaan
    • Ketegangan yang meningkat meledak menjadi penganiayaan
    • Suami/pasangan kehilangan kendali atas perbuatannya
    • Suami/pasangan memulai dengan kata-kata “ingin memberi pelajaran’ kepada perempuan bukan menyakiti
    • Penganiayaan terus terjadi meskipun Anda sudah terluka
    • Perempuan berusaha bersabar dan menunggusampai keadaan tenang kembali dengan pikiran bahwa kalau dia melawan ia akan semakin teraniaya
    • Ketegangan yang berasal dari “ketidaktahuan atas apa yang terjadi” mengakibatkan stress, sukar tidur, hilang nafsu makan atau malah makan berlebihan, selalu merasa lelah, sakit kepala, dan lain-lain
    • Setelah penganiayaan terjadi biasanya korban menjadi tidak percaya bahwa pasangannya memang bermaksud memukul dan mengingkari kenyataan bahwa pasangannya telah berlaku kejam terhadapnya
    • Pada fase ini biasanya korban tidak mencari pertolongan kecuali kalau lukanya parah


  1. Fase Ketiga; Minta Maaf dan Kembali Mesra
    • Pelaku meminta maaf kepada korban seraya berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya khususnya jika si perempuan mengancam akan pergi meninggalkannya. Si lelaki biasanya mengajukan banyak alasan kenapa penganiayaan itu terjadi. Tak jarang juga lelaki si pelaku bersikap seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Ia bertingkah seperti kehidupan berjalan normal
    • Si perempuan menyakinkan dirinya untuk mempercayai janji-janji pelaku sehingga ia tetap bertahan
    • Si perempuan menyakinkan dirinya untuk mempercayai janji-janjinya sehingga dia tetap bertahan
    • Korban merasa yakin bahwa “cinta mengalahkan segalanya”
    • Suami/pasangan menyakinkan betapa ia membutuhkan istri/pasangan


Setelah fase ketiga ini maka akan kembali ke fase pertama yaitu fase ketegangan yang meningkat dan kemudian terjadi fase penganiayaan. Dan siklus ini akan berulang kembali. Inilah yang disebut sebagai lingkaran kekerasan. Jangka waktu antar fase bisa cepat atau lambat. Dan ingatlah bahwa laki-lakilah yang mengontrol lingkaran kekerasan ini bukan perempuan.

Lingkaran kekerasan ini akan berlangsung terus menerus, artinya KDRT akan terus terjadi kecuali:
  • Lelaki bertanggungjawab atas tindakannya dan benar-benar berubah sikapnya
  • Perempuan meninggalkan situasi lingkaran dan/atau menempuh jalan hukum untuk menghentikannya.

Ingatlah Anda bukan merupakan objek kekerasan.  Hentikan kekerasan dalam rumah tangga sekarang juga !


Jika Anda mengalami kekerasan dalam rumah tangga lakukanlah:
  1. Bicarakan persoalan kekerasan ini dengan orang yang Anda percaya. Jangan menyimpan atau menutupi permasalahan ini. Karena KDRT adalah perbuatan salah dan kriminal;
  2. Mintalah bantuan dari lembaga yang mengerti dan menanggani persoalan ini. Anda bisa datang ke Women Crisis Centre atau kantor pengacara atau bahkan kantor polisi;
  3.  Mulailah mendekati keluarga atau teman sekiranya bisa menampung Anda jika diperlukan. Untuk menjaga keselamatan Anda sebaiknya keluarga atau teman itu yang tidak dikenal oleh pelaku;
  4. Susunlah rencana perlindungan diri, siapkan kebutuhan anak-anak, uang tabungan, baju, kunci rumah/mobil, selamatkan surat-surat penting. Sembunyikan ditempat yang aman jika sewaktu-waktu anda memerlukan mudah mendapatkannya;
  5. Laporlah ke polisi untuk mendapat perlindungan hukum. Saat ini Anda dapat mengkriminalkan pelaku KDRT karena telah ada UU Perlindungan KDRT No: 23 Tahun 2004;
  6. Kalau Anda terluka atau cedera karena penganiayaan, segeralah foto bagian tubuh yang terluka. Ini bisa menjadi alat bukti dalam proses hukum selanjutnya.
  7. Pergilah ke Rumah Sakit untuk meminta visum et repertum dan juga mengobati luka di tubuh Anda.


*****