Friday, December 29, 2006

Internet Bermasalah!

Huh..Sebel deh aku.Gara-gara gempa di Taiwan efeknya sampai ke Indonesia segala.Aku jadi nggak bisa main internet deh.Jadinya aku cuma ngedit tulisanku yang mau aku kirim ke salah satu majalah bulanan perempuan.Do'ain ya diterima.Memang hidupku koq jadi tergantung gitu ya sama internet.Soalnya lewat internet aku terima email dari teman-temanku,baca situs berita dan baca-baca email orang di milis.Syukurlah pagi ini internetnya sembuh.Tapi nggak tahu deh besok.

Sunday, December 24, 2006

Telepon itu…


Telepon itu berbunyi,

Sang pemilik sengaja meninggalkan telepon itu

Jadi tidak terdengarlah nyanyian panggilan dari telepon itu

Lalu sang pemilik melihat sms yang masuk

“Dinda,aku kangen abis sama kamu,nanti setelah meeting aku telepon kamu ya..”

Lalu telepon dibawa kemana-mana oleh sang pemilik

Nggak tanggung-tanggung 3 hari lamanya,

Karena ia sangka bekas temannya itu benar-benar kangen padanya.

Lagi-lagi sang pemilik kecewa.

Telepon yang dijanjikan hanya tinggal janji saja.

Ya sudahlah,apa daya mau dikata...

Kangen itu semu

Kangen itu dusta

Kangen itu bohong belaka

Tidak seperti ketika kita jatuh cinta

Janji menelpon baru nanti sore

Sedari siang gatal bibir kita untuk menyapanya

Tak ada lagi keinginan kita untuk memenuhi janji

Kepada bekas teman....

Tak ada lagi kemauan kita untuk mendengar cerita

Kepada bekas teman...

Tak ada lagi berbagi marah,sedih dan lucu

Kepada bekas teman...

Tak ada lagi sekedar basa-basi sapaan

Kepada bekas teman...

(24 Desember 2007,Minggu,’tuk A yang janji menelponku.Aku cukup ngerti koq sama kesibukanmu.Tapi lain waktu jangan janji ya padaku,karena aku lelah menunggu teleponmu.Terima Kasih)

Foto diambil dari : www.ntu.edu.sg


Friday, December 22, 2006

Bila Ibu Boleh Memilih

Bila Ibu Boleh Memilih


Anakku,.
Bila ibu boleh memilih
Apakah ibu berbadan langsing atau berbadan besar karena mengandungmu
Maka ibu akan memilih mengandungmu.
Karena dalam mengandungmu ibu merasakan keajaiban dan kebesaran Allah

Sembilan bulan nak,. engkau hidup di perut ibu
Engkau ikut kemanapun ibu pergi
Engkau ikut merasakan ketika jantung ibu berdetak karena kebahagiaan
Engkau menendang rahim ibu ketika engkau merasa tidak nyaman, karena ibu kecewa dan berurai air mata.

Anakku,.
Bila ibu boleh memilih apakah ibu harus operasi caesar, atau ibu harus berjuang melahirkanmu
Maka ibu memilih berjuang melahirkanmu
Karena menunggu dari jam ke jam, menit ke menit kelahiranmu
Adalah seperti menunggu antrian memasuki salah satu pintu surga
Karena kedahsyatan perjuanganmu untuk mencari jalan ke luar ke dunia sangat ibu rasakan
Dan saat itulah kebesaran Allah menyelimuti kita berdua
Malaikat tersenyum diantara peluh dan erangan rasa sakit,
Yang tak pernah bisa ibu ceritakan kepada siapapun

Dan ketika engkau hadir, tangismu memecah dunia
Saat itulah. saat paling membahagiakan
Segala sakit & derita sirna melihat dirimu yang merah,
Mendengarkan ayahmu mengumandangkan adzan,
Kalimat syahadat kebesaran Allah dan penetapan hati tentang junjungan kita Rasulullah di telinga mungilmu

Anakku,.
Bila ibu boleh memilih apakah ibu berdada indah, atau harus bangun tengah malam untuk menyusuimu,
Maka ibu memilih menyusuimu,
Karena dengan menyusuimu ibu telah membekali hidupmu dengan tetesan-tetesan dan tegukan tegukan yang sangat berharga
Merasakan kehangatan bibir dan badanmu didada ibu dalam kantuk ibu,
Adalah sebuah rasa luar biasa yang orang lain tidak bisa rasakan

Anakku,.
Bila ibu boleh memilih duduk berlama-lama di ruang rapat
Atau duduk di lantai menemanimu menempelkan puzzle
Maka ibu memilih bermain puzzle denganmu

Tetapi anakku.
Hidup memang pilihan.
Jika dengan pilihan ibu, engkau merasa sepi dan merana
Maka maafkanlah nak.
Maafkan ibu.
Maafkan ibu.
Percayalah nak, ibu sedang menyempurnakan puzzle kehidupan kita,
Agar tidak ada satu kepingpun bagian puzzle kehidupan kita yang hilang
Percayalah nak.
Sepi dan ranamu adalah sebagian duka ibu
Percayalah nak.
Engkau adalah selalu menjadi belahan nyawa ibu.

Ratih Sanggarwati (Ratih Sang)
Jakarta, 21 Agustus 2004

Dikutip dari Bila Ibu Boleh Memilih, kumpulan puisi hati Ratih Sanggarwati.
Lihat: KCM - Ratih Sanggarwati: Puisi Untuk Si Kecil

Catatan: Foto diambil di www.yoonheekang.net

Monday, December 18, 2006

Dialog Imajiner ; tentang Pertemanan dan Persahabatan





Dialog imajiner ini terjadi kira-kira 1 tahun yang lalu antara R dan H.Mereka mendialogkan tentang pertemanan dan persahabatan.Coba kita dengar dialog imajiner itu.

H: Ngapain kamu datang kesini malam-malam pasti mau curhat ya?He..He..

R: Iya nih aku nggak bisa tidur karena ada yang aku pikirkan.

H: Mikirin apa sih?Lha wong zaman udah susah kaya gini koq masih mikir yang lain?

R: Nggak aku lagi mikirin teman-temanku yang dulu satu pekerjaan denganku.Koq mereka tidak pernah datang ya menjengukku?Kenapa ya?

H: Mungkin mereka sibuk ngurusin kerjaan mereka.Gitu aja koq sewot sih kamu?

R: Kalo sibuk sih cuma alasan saja.Aku kan pernah kerja disana ada koq waktu luang untuk jalan-jalan.

H: Mungkin sekarang beda keadaannya.Mereka sibuk betulan.Kaya Presiden gitu.Sampai-sampai nggak ada waktu untuk istirahat.Apalagi ngejenguk kamu.Takut ketularan.Kamu sih jadi orang koq sangat menjijikan buat teman-temanmu untuk dijadikan teman.Apa jangan-jangan kamu sudah terlupakan oleh mereka.Kamu sih pake sakit panu jadi mereka takut ketularan.Gitu loh!

R: Kan aku sakit begini karena Gusti Allah yang menghendaki.Memangnya aku yang minta apa?

H: Iya ya kamu benar juga.Wah berarti teman-temanmu itu tidak merasa punya ikatan bathin denganmu.Semua kenangan indah dengamu sudah mereka kuburkan.

R: Oh gitu ya? Lalu aku mesti apa?

H: Cuekin aja.Toh Gusti Allah tidak buta dan tuli.Nanti juga suatu saat sebelum mereka mati mereka juga akan kena panu kaya kamu.Doa’akan saja.Sekarang kamu lebih baik menatap masa depan.Sambil gobatin panumu itu.Nggak usah sedih apalagi kecewa.Wong temanmu itu masih manusia juga toh.Jadi yang sakit mengertilah perasaan yang sehat!Lho terbalik ya kata-kataku.Nggak papa lha,itu berlaku untukmu koq.Jangan sedih apalagi nangis!Kamu nggak boleh cengeng.Masa bakal calon walikota kerjaannya nangis.Malu dong sama cicak di dinding.

R:Ok deh,aku bakal ngelupain mereka semua.Aku mau bangun harapan baru.Makasih ya buat nasehatmu.

H: Iya aku terima makasihmu.Tapi senyum dong kamu.Nah gitukan lebih cakep.Udah sana pulang aku mau tidur udah malem gini digangguin orang curhat lagi......

R: Iya deh aku pulang.Makasih ya buat nasehatnya!

(Buat A jangan bersedih terus.Tataplah ke depan.Toh masih ada kan orang lain yang menjulurkan tangannya untuk berteman denganmu)

18 Januari 2006

Sunday, December 17, 2006

Pasar itu bernama Milis


Nggak terasa aku udah ikutan 10 milis.Banyak ya?Untuk apa?Ya,untuk melihat aktivitas orang-orang kebanyakan.Ada milis yang isinya berdebat terus mengenai sesuatu hal dan ada yang mengirimkan email motivasi,dan ada yang buat dagang parfum serta curhat masalah dengan pacarnya.He..He..Lewat membaca email-email orang tersebut aku jadi tahu pemikiran orang-orang diluar sana.Meski medianya virtual alias orangnya nggak kelihatan.Tapi milis itu bagaikan pasar.Ada yang menawar dan ada yang membeli.Pokoknya rame banget.Ada milis yang akhirnya para anggotanya kop-dar alias kopi darat di suatu tempat.Aku sih belum pernah ikut.Tapi kaya apa ya acara kopi daratnya.Apa seramai saat meng-email pendapatnya dimilis.Lucu juga kalau lagi baca milis ada yang curhat karena kulitnya tiba-tiba menghitam karena berjemur di pantai trus bertanya deh sama anggota milis lainnya gimana caranya memutihkan kulit,dan ada juga milis yang ngeributin soal poligami yang dilakukan oleh AA Gym.Hitung-hitung ya aku sekolah lagi tanpa guru aja,cuma membaca tulisan orang-orang itu


Dari milis itu juga aku belajar banyak hal misalnya berargumentasi dan mencoba memperhatikan orang.Setiap hari aku menerima 10-15 milis itu juga udah daily digest nggak kebayang kalo nerimanya satu-satu email, wah udah berapa ribu email yang masuk ke emailku tiap hari.


Lewat milis juga kita bisa berkenalan dengan orang lain.Meskipun tidak pernah bertemu dengan orangnya.Kita bersahabat lewat email aja.Persahabatn gaya baru.Tidak ketemu fisik tetapi terus berkomunikasi.Pepatahnya:”Jauh Dimata Dekat diHati”.He..He...

(17 Desember 2006)



Thursday, December 14, 2006

Donald Duck Kesayanganku


Ehm..aku sayang banget sama tokoh kartun Donald Duck.Donald Duck menurutku tokoh paman yang sayang banget sama keponakan-keponakannya yaitu:Kwak,Kwik dan Kwok.Betapa bahagianya jadi keponakannya Donald Duck.Sayang dalam ceritanya Donald Duck jarang beruntung.Sial terus.He..He..Ngomong-ngomong aku punya lho boneka Donald Duck sama pacarnya Desy Duck.Aku udah punya kira-kira 4 tahun yang lalu deh.Wah senang ya aku bisa beli boneka itu.Sampai sekarang boneka-boneka itu masih kusimpan.”Kasih aja ke keponakanmu!”kata temanku,tapi aku selalu berkata tidak boleh.Kalo buku serial Donald Duck,Paman Gober,dan Doraemon sih udah aku kasihkan keponakan-keponakanku.Sekarang hanya sisa 1 buah kalender Donald Duck terbitan tahun 2002.Aku nggak mau kasih itu karena aku senang membacanya.Oh Donald Duck kamulah sosok paman impianku.Baik hati sama keponakan-keponakannya meskipun kamu sial terus.Kasihan deh kamu.....He..He..

Tuesday, December 12, 2006

3 Desember: Peringatan Hari Penyandang Cacat International; Menggugat Pelaksanaan Kebijakan untuk “Diffable”


http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&dn=20061212165731


Oleh : Titiana Adinda

12-Des-2006, 17:13:34 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Penggunaan istilah diffable sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang terkesan negatif dan diskriminatif. Diffable sendiri berarti manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah itu jelas lebih manusiawi. Istilah Diffable sendiri berarti manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah itu jelas lebih manusiawi. Istilah Diffable didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan.Tanggal 3 Desember kita rayakan sebagai Hari Penyandang Cacat International. Memang hari itu kurang cukup populer dibandingkan dengan perayaan hari besar lainnya. Di hari itulah, kita wajib mempertanyakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi kaum diffable ini.Untuk menilai apakah pemerintah sudah menjalankan amanat hati nurani rakyat atau belum khususnya kepada kaum diffable.Setidaknya sampai saat ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa landasan hukum untuk kaum diffable tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,dan beberapa peraturan lainnya.

Lalu bagaimana pelaksanaannya?
Kita bisa menyaksikan sendiri bahwa amat jarang fasilitas publik dikota-kota besar contohnya di Jakarta dan Surabaya seperti tempat ibadah, bank, rumah makan, sekolah, mal/plaza dan lainnya yang menyediakan jalan bagi kursi roda. Semuanya beranak tangga. Lalu bagaimana orang yang menggunakan kursi roda bisa mengakses gedung tersebut? Seperti menurut M.Ridwan Kamil, dosen arsitektur ITB bahwa setidaknya sebuah kota harus dapat secara komprehensif menyediakan aturan-aturan yang diterapkan ke dalam beberapa sektor. Pertama adalah menghilangkan diskriminasi di sektor employment atau tempat kerja/kantor. Kedua adalah hak aksesibilitas di sektor public service atau sarana publik seperti kantor pemerintah, sekolah, kantor pos, terminal maupun stasiun kereta. Ketiga adalah hak aksesibilitas di sektor public acommodation seperti halnya hotel, restoran, toko-toko. Terakhir adalah sektor sarana telekomunikasi yang diwajibkan untuk menyediakan sistem khusus bagi kaum tunarungu dan tunawicara. (Kompas, Rabu, 7 Juni 2000)

Begitu juga dengan kesempatan bekerja amat jarang bahkan tidak ada perusahaan/lembaga di Indonesia menyediakan lowongan untuk kaum diffable. Bahkan yang sudah bekerja dan karena sakit keras kemudian menjadi diffable dipecat menjadi pekerja.Mereka dianggap tidak mampu untuk bekerja bahkan dianggap sebagai sampah masyarakat atau penyandang masalah sosial. Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menunjuk pelapor khusus untuk masalah diffable ini. Yang memberikan masukan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa dalam program kerjanya dan untuk menghapuskan diskriminasi sosial pada kaum diffable.Sekretaris Jenderal PBB dalam sambutannya di Hari International Penyandang Cacat tahun lalu mengatakan bahwa negara-negara anggota harus memberikan kesempatan yang sama bagi kaum diffable baik di bidang pekerjaan,pendidikan, kesehatan,i nformasi dan mendapatkan hak aksesibilitas.

Peran DPR juga amat dibutuhkan untuk menanyakan implementasi landasan hukum yang dibuat oleh pemerintah. Apakah sudah berjalan dengan baik atau belum? Jangan hanya diam saja. Ingat bahwa kaum diffable juga memberikan suaranya untuk memilih para wakil di DPR ketika pemilu,j adi jangan lupakan kepentingan mereka. Bahkan dalam pidatonya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Cacat International 2005 menginstruksikan kepada para gubernur di Indonesia untuk menyediakan fasilitas yang memadai bagi kaum diffable. Tapi hampir setahun instruksi itu keluar tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kepentingan kaum diffable.

Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah sudah sewajarnya peduli kepada kaum diffable ini.Karena sama dengan warga negara lain kaum diffable juga membayar pajak sehingga wajib untuk menikmati hasil-hasil pembangunan. Sudah sewajarnya ada sinergi diantara kementerian. Misalnya kerjasama antara Menteri Kesejahteraan Sosial,Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Agama serta Menteri Pendidikan Nasional. Misalnya saja untuk Menteri Riset dan Teknologi mampu menciptakan tekhnologi kursi roda yang dapat digerakkan oleh listrik. Sehingga penggunanya dapat dengan sendiri menjalankan kursi roda tersebut. Menteri Agama bisa mengeluarkan instruksi kepada masyarakat dalam membangun rumah ibadah haruslah dapat diakses oleh kaum diffable misalnya dengan menyediakan jalan khusus bagi kursi roda. Jangan lagi kita membaca kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Bahrul Fuad dan teman-temannya yang kebetulan diffable ketika akan menunaikan ibadah shalat di Masjid Agung Surabaya yang tidak menyediakan jalan khusus bagi kursi roda (Cerita selengkapnya dapat dibaca di internet dengan alamat http://cakfu.info).

Peran masyarakat untuk kaum diffable juga penting.Misalnya mulai dari sekarang para pemuka agama dari agama apapun dalam ceramahnya menggangkat isu bahwa memberi perhatian dan fasilitas khusus kepada kaum diffable adalah perbuatan terpuji dan sangat berpahala. Ini penting mengingat peran tokoh agama di negeri ini sangatlah didengarkan oleh pengikutnya. Begitu juga dengan perkumpulan profesi seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) hendaknya mengeluarkan sikap yang tegas bahwa dalam rancangan bangunan anggotanya selalu memperhatikan fasilitas bagi kaum diffable. Dan apabila ada anggotanya yang melanggar ketentuan itu maka dapat dikenai sanksi.

Ya semoga saja bangsa kita ini benar-benar menjadi bangsa yang lebih manusiawi dengan memperhatikan hak-hak kaum difabble yang berarti kita telah mengamalkan Sila dalam Pancasila yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan. Tanggal 3 Desember kita rayakan sebagai Hari Penyandang Cacat International. Memang hari itu kurang cukup populer dibandingkan dengan perayaan hari besar lainnya. Di hari itulah, kita wajib mempertanyakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi kaum ini.Untuk menilai apakah pemerintah sudah menjalankan amanat hati nurani rakyat atau belum khususnya kepada kaum tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,dan beberapa peraturan lainnya.


Saturday, December 9, 2006

Pemerkosaan dalam Dunia Tanpa Koma


Oleh:

Titiana Adinda

Dalam tiga episodenya serial film televisi Dunia Tanpa Koma yang tayang pada stasiun RCTI tiap malam Minggu pukul 21.00 WIB bertema tentang wartawan dan kasus pemerkosaan.Serial film televisi ini menarik untuk disimak bukan saja karena dipenuhi oleh pemain bintang seperti Raya (Dian Sastrowardoyo),Bayu (Tora Sudiro), Seruni (Wulan Guritno), Markus (Indra Birowo),Retno (Cut Mini) dan masih banyak pemain bintang lainnya, tapi juga karena tema yang diangkat dan ide yang hendak ditawarkan.Tulisan ini mencoba melihat bagaimana peran dan perilaku wartawan dalam dunia nyata dan dalam Dunia Tanpa Koma.

Selama ini media massa banyak dikeluhkan oleh kelompok-kelompok perempuan sebagai salah satu pihak yang menjadikan perempuan korban pemerkosaan sebagai korban kembali, bahkan berkali-kali atau yang dalam banyak literatur disebut sebagai victimized the victim. Menjadikan korban pemerkosaan kembali menjadi korban terjadi.Seringkali kali juga si wartawan (termasuk polisi, jaksa dan hakim) lebih mengungkapkan seolah pemerkosaan itu adalah perbuatan erotis dan bahkan menyenangkan si korban.Jarang sekali media yang mengupas pemerkosaan dari sisi penderitaan lahir batin korban.

Dalam episode pertama dengan tema pemerkosaan.Persepsi bahwa korbanlah yang berperan besar dalam terjadinya pemerkosaan masih tampak dari diskusi di meja redaksi majalah Target. Markus, salah satu wartawan dalam Dunia Tanpa Koma itu bahkan dengan enteng menganggap bahwa dalam kasus pemerkosaan korbanlah yang “menantang”pelaku. “paling-paling dia ikut goyang” katanya. Ucapan yang membuat teman-teman perempuannya Raya dan Seruni murka.Sampai ia melihat sendiri bagaimana wartawan infotainment memperlakukan Monita ( Intan Nuraini ), korban pemerkosaan itu. Dia pulalah yang membantu memberikan jalan bagi mobil Monita untuk bisa keluar dari kerumunan wartawan infotainment yang menghadangnya. Sementara Dion (Christian Sugiono) sang pemerkosa, dengan leluasa menyusun skenario dan alibi bahkan berhasil membujuk pacarnya Indrani (Andhara Early) untuk menjadi saksi palsu (lagi-lagi perempuan menjadi musuh perempuan sendiri) meski dia dicekam keraguan yang amat sangat. .

Dalam Dunia Tanpa Koma, kritik terhadap media dilontarkan juga oleh Dinar (Paquita Wijaya) yang menjadi pendamping korban, selama ini media lebih sering “menyerang” korban, katanya.Untunglah Monita mengenal Dinar sebagai pendamping perempuan korban.Sehingga Monita langsung melapor kepada Dinar sesaat begitu pemerkosaan terjadi.

Yang lebih seru adalah perdebatan di meja rapat wartawan Target. Sony (Ari Sihasale), salah satu bos majalah Target ngotot dengan para redaktur majalah itu bahwa bahwa isu kenaikan bahan bakar minyak lebih penting sebagai isu publik dibandingkan satu orang perempuan yang diperkosa.Adanya hirarkhi issue seperti ini memang kerap menjadi perdebatan bahkan dikalangan aktivis HAM sendiri melawan para aktivis HAP (Hak Asasi Perempuan). Dalam suatu rapat untuk menulis topik-topik dalam laporan tahunan pelaksanaan HAM yang dikeluarkan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia tiap tahun, belasan tahun lalu, para lelaki mengaggap bahwa kasus pemerkosaan bukanlah masalah hak asasi manusia sehingga tak layak untuk masuk dalam suatu laporan tahunan tentang HAM.Meski pada saat itu Kepala Kepolisian RI sudah mengumumkan bahwa di Indonesia setiap 5 jam terjadi satu kasus pemerkosaan. Hirarkhi ini disebabkan juga adanya hirarkhi dalam HAM yang menganggap bahwa hak sosial politik lebih tinggi dan penting dari hak sosial, ekonomi dan budaya : dunia politik/publik lebih berharga dari pada dunia privat/domestik yang banyak dihuni perempuan.

Dalam majalah Target, beruntung ada Retno dan Bayu yang sudah sadar gender dan berkeinginan membela korban. Kedua orang itulah yang akhirnya menerjunkan Markus untuk ikut bersama Raya memburu siapa sebenarnya pemerkosa Monita. Monita akhirnya berani menjelaskan peristiwa pemerkosaan itu kepada Raya dan Markus.Dia masih sangat trauma dengan pemerkosaan tersebut. Raya memeluknya penuh empati.Markus mulai mengerti mengapa teman perempuannya marah besar saat dia melecehkan korban.

Sebelumnya Raya memberikan cakram padat (CD) yang berisi lagu Melly Goslaw yang berjudul Diam bercerita tentang kekerasan terhadap perempuan.Lagu tersebutlah yang mendorong Monita untuk menceritakan pengalamannya pada Raya.Lagu yang membuat semua pendengarnya menjadi sangat miris bagai diiris-iris. Coba simak saja syair lagu tersebut:

Kau tunjuk mukaku, aku diam

Kau hina diriku, aku diam

Kau jambak rambutku, aku diam

Kau paksa ku berbuat, ku tak diam

Oh Sudah terlalu (dan seterusnya)

Akhirnya kasus pemerkosaan terhadap Monita ini berhasil juga menjadi cover story majalah Target.Hal ini digambarkan ketika Monita sedang merapikan pakaian-pakaiannya dalam kopernya,lalu tampaklah majalah Target dengan cover story peristiwa pemerkosaan terhadap Monita.

Yang barangkali kurang diangkat di serial film televisi ini adalah tidak digambarkan bagaimana reaksi masyarakat luas tentang kasus pemerkosaan ini padahal pelaku dan korbannya adalah artis ternama. Tapi serial film televisi ini berhasil menjadi semacam kritik kepada media massa yang amat jarang mengangkat peristiwa pemerkosaan dalam cover story mereka.

Bagaimanapun kita harus bangga dengan Leila S.Chudori yang telah lama kita kenal sebagai penulis cerpen dan novel yang sangat pro perempuan kalau tak ingin menyebutnya feminis. Kepeduliannya terhadap nasib perempuan dengan menampilkan gambaran bagaimana kehidupan wartawan dan isu kekerasan terhadap perempuan diangkat ke dalam skenario serial film televisi patutlah dipuji. Kerjasamanya dengan sutradara Maruli Ara yang sudah berhasil menyajikan tontonan yang bermutu ditengah-tengah berbanjirnya serial film televisi yang menjual mimpi kosong, melecehkan otak pemirsa, dengan hal-hal berbau mistik,takhayul atau menyontek produk dari luar negeri. Mengherankan juga karena meski iklannya sangat banyak sehingga mengganggu kenyamanan menontonnya, ternyata rating serial ini cukup rendah dibanding sinetron-sinetron pembodohan itu. Adakah yang salah dari penonton kita ?

Dimuat di: Koran Tempo,Sabtu,9 Desember 2006

Catatan:Aku mengucapkan terima kasih yang banyak kepada mbak Nursyahbani Katjasungkana,SH (aktivis perempuan dan anggota DPR RI komisi III,dari FKB)yang sudah "Menstrukturkan" dan mengedit tulisan ini,sehingga layak dimuat di Koran Tempo.

Kekerasan terhadap Perempuan sebagai Masalah Kesehatan Masyarakat

Tatiana Adinda

ADIK perempuan saya berumur 27 tahun. Dua tahun lalu dia menikah dengan kekasih pilihannya. Selama enam bulan pernikahan semua tampak berjalan baik, tetapi setelah itu adik saya tampak sering murung. Kemudian saya curiga telah terjadi sesuatu. Waktu itu saya perhatikan lengan adik saya bengkak. Ketika saya tanyakan, dia menyatakan lengannya bengkak karena jatuh. Saya menganjurkan dia pergi ke dokter, namun dia tidak pergi.

Beberapa saat kemudian, saya lihat mukanya yang bengkak, kali ini ia bilang karena jatuh di kamar mandi. Saya kurang percaya. Saya ajak dia bicara serius. Semula dia tidak mengaku. Kemudian dengan tangisan dia menceritakan sering dipukuli suaminya. Terakhir mukanya dilempar dengan benda tumpul hingga bengkak.

Ketika adik saya hamil, suaminya memaksa agar kandungannya digugurkan. Adik saya menolak. Suaminya semakin kesal tampaknya. Pernah satu kali adik saya ditendang suaminya di daerah perut. Dia muntah-muntah dan keesokan harinya ada sedikit pendarahan. Untunglah keadaan kandungannya setelah diperiksa USG dinyatakan cukup baik. Saya amat prihatin dan telah mengomunikasikan hal ini pada anggota keluarga yang lain. Kami semua prihatin, namun tak tahu harus berbuat apa. Apakah kekerasan pada wanita hamil dapat menyebabkan kelainan pada bayinya? Apakah dengan kondisi seperti itu dia menunda untuk punya anak karena dikhawatirkan kekerasan akan berulang kembali? (Surat seorang kakak mengenai tindak kekerasan yang menimpa adiknya dimuat pada rubrik "Konsultasi Kesehatan" Kompas, Minggu, 9 November 2003)

Kekerasan

Kekerasan tidak saja berdampak terhadap diri korban, namun juga masyarakat secara keseluruhan. Kekerasan mengakibatkan korban menderita fisik dan psikologis, mulai dari luka fisik hingga perasaan ketakutan berkepanjangan. Pada tahap yang berat, kekerasan dapat menimbulkan sakit menahun hingga kematian pada korban.

Studi di beberapa negara menunjukkan keterkaitan erat antara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pembunuhan. Di Kanada misalnya, pada tahun 1998 ditemukan 4 dari 5 pembunuhan di dalam rumah adalah pembunuhan suami terhadap istri. Di Amerika, satu dari tiga pembunuhan di dalam rumah menimpa perempuan.

Direktur Jenderal WHO Dr Gro Harlem Brundtland mengatakan, angka kematian perempuan akibat kekerasan di negara berkembang lebih dari enam orang perseratus ribu penduduk. "Lebih dari 40 tahun kami bekerja untuk peningkatan kualitas hidup manusia, tetapi hasilnya tidak seimbang. Sebagian besar perempuan di dunia masih menderita karena kemiskinan, diskriminasi, dan kekerasan. Tidak ada alasan bagi kami untuk tidak bekerja keras menyelesaikannya," ujar Brundtland.

Bertepatan dengan Hari Antikekerasan terhadap Perempuan tanggal 24 November 2002, WHO meluncurkan laporan dunia mengenai kekerasan dan kesehatan. Dipaparkan, hampir separuh perempuan mati oleh suaminya dan mantan pasangan hidupnya. Kekerasan terhadap perempuan mencakup tujuh persen dari seluruh penyebab kematian perempuan.

Laporan itu juga menunjukkan, di beberapa negara, lebih dari 68 persen perempuan teraniaya secara fisik dan lebih dari 47 persen perempuan melaporkan kekerasan yang dialaminya saat persetubuhan pertama.

Namun seperti dalam kasus di atas, sering kali perempuan tidak mau melaporkan kekerasan yang dia alami kepada keluarga, apalagi pada aparat penegak hukum. Keengganan ini salah satunya disebabkan budaya yang mengonstruksikan tabu- tabu seputar persoalan kekerasan terhadap perempuan di dalam rumah tangga.

Dr Samsuridjal Djauzi yang mengasuh rubrik "Konsultasi Kesehatan" Kompas memaparkan, ia pernah menghadapi perempuan muda yang berkali- kali datang dengan trauma yang diakui akibat kecelakaan. Namun, setelah beberapa kali kunjungan, terungkap sebenarnya dia dianiaya suaminya.

Instrumen baru

Jika kita memahami pentingnya layanan kesehatan bagi perempuan korban kekerasan, diperlukan sistem kesehatan yang terlibat secara aktif. Keterlibatan ini khususnya mencakup pendokumentasian kasus kekerasan dan menyediakan pelayanan sebagai upaya pemulihan bagi korban.

Tidak adanya sistem rekam medis yang mencatat luka dan akibat kekerasan fisik lainnya terhadap perempuan menyebabkan keterbatasan pendokumentasian kasus-kasus kekerasan. Tahun ini WHO mengembangkan International Classification for External Causes of Injuries (ICECI) yang melengkapi International Classification of Diseases (ICD). WHO juga akan mengeluarkan Injury Surveillance Guidelines sebagai rujukan untuk mengembangkan sistem informasi guna memperoleh data sistematik tentang luka fisik dan kerusakan bagian tubuh akibat kekerasan.

Dua terobosan itu sangat dinantikan agar dapat diperoleh data akurat mengenai korban kekerasan yang mendapat akses layanan kesehatan. Kebutuhan lain adalah peningkatan kapasitas bagi dokter dan tenaga medis untuk menghadapi persoalan kekerasan terhadap perempuan. Kurikulum pendidikan kedokteran dan kesehatan di Indonesia sampai sekarang masih belum memasukkan bahasan tentang kekerasan terhadap perempuan. Ini menyebabkan dokter dan tenaga medis tidak mengenali dan kesulitan menangani perempuan korban kekerasan.

Penyediaan layanan khusus bagi perempuan korban kekerasan dengan mendirikan Pusat Krisis Terpadu (PKT) Bagi Perempuan dan Anak masih harus digalakkan agar layanan berbasis rumah sakit dapat diakses di seluruh wilayah Indonesia. Pemberdayaan puskesmas sebagai layanan dapat menjawab kebutuhan pelayanan perempuan korban kekerasan di daerah pedesaan atau daerah terpencil. Data yang akurat mengenai kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan penting untuk meyakinkan pemerintah mengenai seriusnya persoalan ini.

Multisektoral

Pada awal tahun 2003, WHO merekomendasi perlunya mempromosikan pencegahan kekerasan dengan pengembangan program sosial, mengurangi ketidakadilan, pemberdayaan polisi, serta sistem peradilan.

Menurut rekomendasi itu, sektor kesehatan masyarakat harus bekerja sama dengan kepolisian, sistem hukum pidana, pendidikan, kesejahteraan sosial, ketenagakerjaan, dan sektor lain untuk menghadapi persoalan kekerasan terhadap perempuan. Keterpaduan para penyedia layanan dari keempat sektor itu penting untuk pemulihan medis, psikologis, hukum, dan psikososial pada korban.

Dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sangat diperlukan untuk memberi landasan hukum dan operasional serta alokasi anggaran untuk memastikan layanan bagi perempuan korban kekerasan dapat berjalan.

Sebagai contoh, di Surabaya, Jawa Timur, dua organisasi pengada layanan, yaitu Samitra Abhaya-KPPD dan Savy Amira, berhasil membuat Badan Pemerintah Provinsi (Bappeprov) mengalokasikan anggaran khusus bagi persiapan dan pelaksanaan Pusat Penanganan Terpadu bagi Perempuan Korban Kekerasan yang berpusat di RS Bhayangkara Surabaya.

Di Bone, Sulawesi Selatan, Pemerintah Kabupaten Bone mengalokasikan Rp 50 juta untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani Lembaga Pemberdayaan Perempuan (LPP) Kabupaten Bone. Di Bengkulu, Biro Pemberdayaan Perempuan didorong oleh Cahaya Perempuan Women Crisis Centre telah melakukan serangkaian kegiatan untuk persiapan pengembangan layanan lintas sektoral.

Pada tingkat nasional, pada akhir Oktober 2002 lahir Surat Kesepatan Bersama (SKB) mengenai Penanganan Terpadu Bagi Perempuan Korban Kekerasan yang ditandatangani tiga menteri dan satu instansi, yakni Departemen Kesehatan, Departemen Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Namun, belum ada alokasi anggaran khusus di Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk penyediaan layanan bagi perempuan korban kekerasan.

Kebutuhan lain adalah pengesahan segera Rancangan Undang-Undang Anti Kekerasan Dalam Rumah Tangga (RUU Anti KDRT), dan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Bagi Saksi/Korban. Ketersediaan layanan dan perangkat hukum yang berpihak bagi perempuan korban kekerasan akan sangat membantu memulihkan diri trauma akibat kekerasan itu.

Tatiana Adinda Asisten Koordinator Divisi Pengembangan Sistem Pemulihan Bagi Perempuan Korban Kekerasan, Komnas Perempuan

Dimuat di Kompas,Senin 1 Desember 2003

lihat: kompas.com/kompas-cetak/0312/01/swara/710959.htm - 43k –

Catatan: Namaku salah cetak oleh Kompas harusnya Titiana bukan Tatiana.Yang paling uring-uringan dari salah cetak namaku itu adalah mamaku.Sebab nama Titi diambil dari namanya jadi Titiana artinya anaknya Titi gitu..Kalo Tatiana kan jadinya anaknya Tati.Tati siapa lagi...He..He...

Friday, December 8, 2006

Anakmu Bukan Milikmu


Oleh : Titiana Adinda

05-Des-2006, 13:48:05 WIB - [www.kabarindonesia.com]

Mereka putra putri yang rindu pada diri sendiri. Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau. Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu. Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu.

Itu adalah sepenggal puisi karya Khalil Gibran, kiranya masih sangat efektif untuk menunjukan fakta kepada kita tentang kondisi anak-anak kita sekarang ini.Dengan fakta bahwa (almarhum) Dede,harus mati karena dibunuh oleh ayah tirinya, Anggi (6 tahun) telah memperoleh kekerasan dari ibunya. Lintang dan (Almarhumah) Indah yang menjadi korban ibunya.Ismi yang telah menjadi korban dari ibu Suri tempat ia tinggal.Riska Rosdiana(7 tahun) yang dicekik oleh ibu tirinya dan diperkosa oleh adik ibu tirinyaTia yang telah menjadi korban setrika dari ayahnya karena dituduh mencuri hingga Nia Siahaan (2 Tahun) di Manado mendapatkan luka fisik dari ayah tirinya. “Tia nggak mau ketemu sama bapak lagi, habis bapak udah setrika kaki Tia kan sakit….” Itu adalah sepenggal penturan Tia yang merupakan korban kekerasan ayah kandungnya, yang disiarkan oleh salah satu stasiun TV.Anak sekecil itu kasihan sekali karena sudah menjadi obyek kekerasan ayahnya sendiri.Mereka bukan saja menderita secara fisik tapi juga psikis.Rasa ketakutan yang terus membayangi adalah dampak dari kekerasan yang mereka terima.

Saat ini setiap hari apabila kita melihat berita di televisi,mendengar radio,membaca surat kabar dan majalah, serta melihat situs internet sering kali kita mendapati anak yang menjadi korban kekerasan.Perasaan empati dan simpati kita lalu muncul dan yang terpikirkan oleh kita adalah “Koq tega ya orang tuanya menganiaya anaknya sendiri?’ Anakmu Bukan Milikmu Hak kepemilikan anak sering disalah artikan oleh orang tua hingga seolah-olah anak adalah harta kepemilikannya,sehingga dia berhak menentukan masa depan anak tersebut.Hal inilah yang mencetus kekerasan terhadap anak.Dalam dialog yang dilakukan sebuah radio swasta pada tanggal 14 Januari2006 selama pukul 01.00-05.00 dini hari menunjukan hampir semua pendengar yang menyampaikan opininya menyatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap anak adalah salah besar,karena anak adalah titipan dari Tuhan yang harus kita jaga. Mereka juga sebagian percaya bahwa ekonomi yang sulit saat ini menjadi faktor pemicunya.

Orangtua jadi gampang mengumbar nafsunya dengan menganiaya anak.Lalu kemudian pertanyaannya kenapa harus anak yang menerimanya? Jawabannya tak lain dan tak bukan adalah paradigma yang keliru yang menempatkan anak sebagai obyek jika terjadi sesuatu dalam keluarga.Data yang dikumpulkan oleh Komnas Perlindungan Anak menunjukan adanya peningkatan kasus dari 441 kasus pada tahun 2004 meningkatkan secara tajam menjadi 736 kasus pada tahun 2005.Bahkan sampai saat ini Komnas Perlindungan Anak sudah menerima 10 kasus baru di tahun 2006 ini.Dan di Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSUPN Cipto Mangunkusumo menunjukan angka256 pada tahun 2005.Belum lagi jika kita kumpulkan dari women crisis cente ataupun lembaga perlindungan anak tentu angka tersebut akan banyak sekali. Hal ini bagaikan ujung gunung es yang tidak menunjukan fakta sebenarnya,karena pasti masih banyak yang belum melaporkan kasusnya.Dialog di radio itu juga menunjukan bahwa peran para ulama atau pemuka masyarakat amat ditunggu untuk memberantas kekerasan kepada anak.

Mereka menilai bahwa ulama sekarang hanya mampu menawarkan surga dan neraka saja.Belum menyentuh realitas sesungguhnya. Padahal dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 45 disebutkan bahwa kewajiban orangtua adalah memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Artinya, sangatlah jahat bila seorang ibu dan atau ayah yang menganiaya,menyiksa,dan bahkan sampai membunuhnya. Tindakan kekerasan terhadap anak dalam bentuk sekecilpun misalnya menjewer patut kita hindari.Dengan alasan apapun misalnya saja kedisiplinan dan masa depan anak patut untuk kita tinggalkan,dan hadapi pola tingkah anak dengan penuh pengertian dan senyuman. Itu tentu akan lebih baik untuk orang tua maupun anak itu sendiri.Dialog di radio itu juga menyoroti soal rendahnya penegakan hukum (law enforcement) di negeri ini.Meskipun sudah ada UU Perlindungan Anak dan UU Perlindungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga jarang sekali penegak hukum yang mempergunakannya. Padahal dalamUU Perlindungan Anak sudah mengancam hukuman selama 3 tahun jika terjadi penganiayaan ringan, 5 tahun jika terjadi penganiayaan berat dan hukuman 10 tahun jika korbannya mati.Ditambah 1/3 lagi jika pelakunya adalah orang tua si korban.

Begitu juga dengan sosialisasi hukum UU Perlindungan Anak yang mereka nilai masih belum meluas.Masih banyak sekali masyarakat yang belum menegetahui itu.Apalagi aparat penegak hukum yang mempergunakan UU tersebut. Kerjasama antara aparat hukum,aparat kesehatan dan masyarakat Untuk menanggulangi kekerasan terhadap anak perlu kerjasama antara aparat hukum,aparat kesehatan dan masyarakat. Untuk proses hukumnya sudah jelas kita membutuhkan kerjasama antara kepolisian, kejaksaan dan kehakiman agar pelaku diganjar hukuman berat, tidak sekedar memakai KUHP Pasal 359 tentang penganiayaan tetapi sudah menambahkannnya dengan UU No23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.Untuk kasus-kasus anak dengan luka fisik misalnya yang di hadapi oleh (almarhum) Dede, (almahumah) Indah dan Lintang yang terluka bakar oleh ibunya sendiri hendaknya pihak rumah sakit memberikan perawatan secara cuma-cuma kepada pasien. Dan untuk memulihkan psikologinya maka bisa menggunakan jasa psikolog atau pekerja sosial secara gratis.Keterlibatatan masyarakat juga amat diperlukan dalam memerangi kekerasan terhadap anak,yakni dengan mengadukan kepada aparat yang berwajib jika menyaksikan seorang anak mendapat perlakuan buruk dari orang tua ataupun orang di sekeliling anak tersebut kepada aparat kepolisian. Perlu mengaktifkan kembali fungsi RT/RW sebagai garda terdepan untuk menghindari terjadinya kekerasan terhadap anak. Semua hal tersebut perlu ditingkatkan agar anak terhindar dari kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa. Dalam UU Perlindungan Anak juga diatur apabila ada masyarakat yang mengetahui kekerasan terhadap anak terjadi tetapi tidak melaporkan kepada yang berwajib, maka akan kena hukuman selama 5 tahun penjara.

Hal yang menarik adalah kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh ibu mereka adalah bahwa ternyata itu berawal dari kekerasan terhadapnya yang dilkukan oleh ayah mereka.Misalnya saja pada kasus (Almarhumah) Indah dan Lintang yang dibakar oleh ibunya berawal dari kekesalan hati ibunya melihat ayahnya selalu bermabuk-mabukan dan tidak pernah menafkahinya secara ekonomi,jadi kehadiran 2 orang anaknya itu dianggap beban oleh sang ibu.Jadi jelas kekerasan terhadap anak berkaitan erat dengan kekerasan terhadap istri. Stop Kekerasan Sekarang Juga! Komnas Perlindungan Anak dan bekerjasama dengan Kantor Menko Kesejehateraan Rakyat telah mencanangkan tahun 2006 ini sebagai tahun kampanye Hentikan Kekerasan Terhadap Anak Sekarang. Kampanye tersebut sekaligus bentuk sosialisasi terhadap UU Perlindungan Anak sebagai UU yang bisa menjerat secara maksimal kepada pelaku kekerasan terhadap anak.Jadi tidak ada alasan lagi bagi aparat penegak hukum hanya mengunakan KUHP pasal 359 yang menyatakan melakukan kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal tetapi sudah dapat mempergunakan UU Perlindungan Anak agar pelaku mendapat ganjaran yang lebih berat. Partisipasi masyarakat juga perlu ditingkatkan dalam menghadapi kekerasan terhadap anak.Laporan dari masyarakat kepada aparat hukum juga diperlukan untuk mengungkap kasus kekerasan terhadap anak. Sudah saatnya kita semua menyatakan TIDAK pada perlakuan kekerasan terhadap anak.

( Dimuat pada www.kabarindonesia.com,pada tanggal 5 Desember 2006,lihat
http://kabarindonesia.com/berita.php?pil=12&dn=20061205124608 )

Wednesday, December 6, 2006

Office Boy, Stereotipe Terhadap Perempuan, dan Kekerasan Fisik





www.layarperak.com coba lihat ke http://layarperak.com/news/tv/2006/index.php?id=1164312649



Oleh:Titiana Adinda


Suka menonton situasi komedi berjudul Office Boy (OB) di RCTI? Kalau begitu Anda cukup mengenal tokoh-tokohnya. Ada karakter Saodah atau biasa dipanggil Mpok Odah (Tika Panggabean), Ismail atau Mail (Daus Separo), Susi (Oline Mendeng), Sayuti (Aditya Padat Karya), Gusti (Bayu Oktara), Hendra (M.Ridwan) , Sascya (Winda Viska) dan Taka (Marlon Renaldy). Lalu apa yang salah dari serial situasi komedi itu?

Tidakkah Anda melihat bagaimana peran Mpok Odah galak dan amat sering meminjam uang?Tak sekalipun ditayangkan Mpok Odah mengembalikan uang tersebut kepada rekannya? Atau peran tokoh Sascya yang digambarkan sebagai sekretaris perempuan yang kegiatan yang digambarkan selalu aja bercermin untuk mempercantik diri, agak sedikit bodoh, tapi oleh Pak Taka amat dimanja karena Pak Taka diam-diam jatuh hati padanya? Sampai-sampai ketika Sascya sakit dia ternyata meninggalkan kerjaan yang setumpuk kepada rekannya karena dia ternyata tidak pernah bekerja selama ini. Atau tokoh Susi yang terlihat jatuh hati sekali dengan Sayuti sehingga dia rela melakukan apapun untuk Sayuti, tanpa tahu kapan Sayuti akan membalas cintanya.

Penokohan terhadap perempuan di situasi komedi tersebut amat stereotipe terhadap perempuan. Bahwa perempuan itu galak, suka pinjam uang, suka bersolek, bodoh, tidak bisa bekerja, dan kalau sudah jatuh cinta akan mengorbankan segala-galanya. Sedangkan penokohan terhadap laki-laki di situasi komedi ini digambarkan sebagai orang yang tegas dan berkuasa, seperti Taka yang amat suka menghukum anak buahnya dengan hukuman pushup. Memangnya bisa dibenarkan secara kemanusiaan seorang bos menghukum anak buahnya dengan hukuman fisik? Tindakan Taka jelas sekali membudayakan kekerasan fisik sebagai hukuman dari atasan kepada bawahan tanpa sedikitpun bawahan bisa membela dirinya. Karena kerap kali hukuman itu dilakukan untuk hal-hal sepele sekalipun. Seperti urusan jatuh cinta dimana Taka dapat selalu bertingkah manis terhadap Sascya meskipun dia tidak mempekerjakan kerjaannya dan tidak memberi hukuman kepadanya.

Perempuan tidak ditampilkan sebagai sosok yang baik hati, pintar, tidak suka bersolek, bisa bekerja dan akan rasional kalau sedang jatuh cinta. Apa susahnya jika penulis skenario (Winny R, Eki NF) dan sutradara film ini (Adek AZ ) menggambarkan penokohan perempuan itu seperti yang saya sebutkan tadi. Menurut Veven S.Warhana pengamat televisi dan media ada tiga tipologi perempuan dalam tayangan televisi indonesia: [1] perempuan pembawa petaka, [2] perempuan pelaku duka nestapa yang sama sekali tak pernah punya daya untuk menghadapi dan melawan penyebab duka derita, [3] pseudo-manusia alias perempuan 'sakti' yang menjadi pendekar aneh macam mak lampir atau sekalian menjadi hantu macam si manis jembatan ancol -- dan mereka inilah yang bisa balas dendam.

Di dalam situasi komedi itu, kita melihat bahwa perempuan digambarkan sebagai pembawa petaka. Bagaimana tidak jika anak buahnya Mpok Odah yaitu Sayuti, Mail dan Susi harus selalu taat padanya saat ia sedang marah.

Sekarang terjadi kecenderungan sinetron atau situasi komedi yang ditampilkan di stasiun televisi selalu menokohkan perempuan yang galak dan licik. Selain di OB, juga ada situasi komedi Bajaj Bajuri yang menokohkan Emak (Nani Wijaya) sebagai sosok yang galak, sok berkuasa, tak pernah salah dan mengalah dan licik terutama kepada menantunya yaitu Bajuri (Mat Solar).Dan tokoh Oneng (Rieke Diah Pitaloka) sosok perempuan cantik tetapi sangat o’on (Bodoh) sekali.

Apa itu suatu pertanda masyarakat kita yang mudah dibodohi atau terjadi proses pembodohan di masyarakat. Simaklah apa kalimat yang diucapkan oleh keponakan saya berusia 7 tahun, ”Tante, aku nggak mau ah kalau udah besar kerja di Televisi apalagi jadi anak buahnya Pak Taka atau Mpok Odah.Mereka galak sih,suka pinjam uang nggak pernah dikembalikan dan suka menghukum pushup. Kan aku nggak bisa pushup, tante”.Saya bengong, kok segitunya pengaruh drama situasi komedi itu terhadap anak-anak ya? Ketika aku cek jam tayangnya, pantas saja mereka nonton, soalnya diputar jam 17.00 sore, saat mereka nonton televisi ketika baru bangun dari tidur siang.


(5 Desember 2006)