Tuesday, December 25, 2007

Posesif Vs Tindak Kekerasan

Kompas, Minggu, 23 Desember 2007

Rubrik konsultasi:

Posesif Vs Tindak Kekerasan

Sawitri Supardi Sadarjoen psikolog

Orang posesif adalah orang yang memiliki kecenderungan menahan dan mengikat apa pun yang dia rasa dia miliki, baik berupa obyek materi, seperti rumah, mobil, dan perhiasan, maupun subyek nonmateri, pacar, suami/istri, anak, dan ibu.

Orang ini akan melindungi miliknya dengan segala daya dan upaya. Tidak satu pun orang lain dibolehkan, katakanlah, menyentuh atau bahkan memandang sekalipun. Dia adalah juga orang yang kikir/pelit.

Yang menjadi persoalan adalah sikap posesif yang ditujukan pada subyek nonmateri, situasinya menjadi semakin kompleks. Penyebabnya, subyek nonmateri adalah seseorang yang bernyawa, punya kemauan dan punya kebutuhan yang sifatnya personal, sehingga subyek nonmateri tersebut akan bereaksi dan selalu berupaya memenuhi kebutuhan dan kemauannya sendiri pula.

Peluang terjadi bentrokan menjadi besar. Sikap posesif tersebut secara ekstrem akan tertuju kepada pacar/istri. Cinta, perhatian, waktu, dan konsentrasi pacar/istri hanya boleh ditujukan kepada dirinya seorang.

Kasus

"Aduh, Bu, dada saya sesak sekali rasanya. Sejak pacaran dengan si B saya benar-benar dibuatnya tidak bebas. Dia setiap hari me-"nongkrongi" saya, entah saat saya kuliah, belajar bersama teman, pergi ke tempat kebugaran, sampai berkunjung ke rumah nenek pun tahu-tahu dia sudah ada di halaman rumah nenek, menunggu saya dan siap mengantar saya pulang.

Saya punya beberapa teman belajar yang akrab sehingga terkadang kami bercanda saling dorong, saling tepak, tanpa maksud-maksud buruk. Namun, sambil menunggu saya selesai belajar, rupanya dia memerhatikan polah teman-teman saya.

Sepulang dari belajar, pasti saya kena damprat. Dia marah, kelihatan sangat cemburu, dan menuduhkan hal-hal yang tidak masuk akal. Pada awalnya, saya berani melawan dengan menantangnya untuk "putus", tetapi apa yang dia lakukan? Dia tampar saya, dia sodok pinggang saya sampai saya betul-betul kesakitan.

Kalau saya sudah menangis kesakitan, dia akan minta maaf dan memohon-mohon untuk tidak diputuskan. Dia bilang sangat mencintai saya dan tidak bisa melanjutkan hidup tanpa saya.

Kalau sudah sedemikian rupa, saya menjadi trenyuh dan sering terayu kembali sehingga tidak tega memutuskan karena dia memohon sambil menciumi kaki saya dengan menangis pula. Kami berbaikan kembali. Hal ini terjadi berulang kali.

Pada dasarnya saya juga sangat mencintainya, saya juga takut putus hubungan dengannya, jadi selalu sambung lagi-sambung lagi walaupun saya sering sangat tersiksa, terkekang oleh perlakuannya.

Ibu, hal lain yang ingin saya ceritakan adalah kecuali menyiksa fisik, tidak segan pula dia memaki dan mencerca saya. Sering saya dikata-katai seperti "dasar lonte", "dasar pelacur", dan banyak lagi kata-kata kotor lainnya. Kalau dia mencintai saya, kok begitu perlakuannya, ya, Bu?

Apa yang harus saya lakukan, Bu? Apakah saya harus menikah dengannya? Tetapi, kalau saya tidak menikah dengannya, bagaimana keadaan saya, Bu? Terus terang saya sudah melakukan hubungan intim dengannya, siapa lagi laki-laki yang mau menikahi saya, Bu?" Demikian S (22), mahasiswa semester 6 dengan bercucuran air mata.

Dinamika

Orang posesif pada dasarnya adalah orang yang tidak yakin diri, tidak percaya diri, sehingga bila ada yang mencintainya dan mau menerima dirinya sebagai pacar, maka dia akan menguasai pacarnya karena selalu diliputi ketakutan kehilangan rasa cinta pacar.

Dia tidak ingin hubungannya terganggu kehadiran orang lain, apalagi orang laki-laki. Dia akan membatasi pergaulan pacarnya, mengawasi perilaku pacarnya, dan merasa cemburu sekali bila dia melihat pacarnya bahkan hanya tersenyum sekalipun dengan kawan lawan jenis yang bertemu di jalan.

Keinginannya membuat pacarnya jera melakukan perilaku yang tidak diinginkannya dinyatakan dengan hukuman fisik dan mental. Dia berharap dengan demikian, pacarnya akan patuh walaupun karena takut dipukul olehnya. Orang posesif yang sangat mencintai pacarnya dan merasa kurang diperhatikan pacarnya justru membuat dirinya sering terpicu melakukan tindak kekerasan, baik yang bersifat emosional dan/atau fisik dengan tujuan membuat pacarnya jera.

Solusi

Masalah yang dihadapi S memang masalah yang benar-benar sulit. Di satu sisi S mencintai pacarnya, pada sisi lain dia sekaligus meragukan sejauh mana rasa cinta kasihnya diterima pacarnya mengingat dalam kenyataannya bukan rasa tenteram berdampingan dengan pacar, melainkan tegang oleh gugatan perilakunya yang tidak disetujui pacarnya, kecemburuan tanpa dasar, dan sering berakhir dengan cercaan bahkan hukuman fisik.

Masalah menjadi sangat dilematis karena S telanjur melakukan hubungan intim dengan pacar yang posesif tersebut.

Alternatif solusi yang harus S lakukan antara lain sebagai berikut.

1. Bila mungkin, ajaklah pacar berkonsultasi pada psikiater atau psikolog klinis agar kesulitan psikologisnya dapat terbantu.

2. Berikanlah ancaman tegas untuk putus bila terjadi tindak kekerasan satu kali lagi disertai daya yang kuat untuk memantapkan ketegaran batin diri S sendiri bila benar-benar putus hubungan mengingat S pun merasa sangat mencintai pacarnya tersebut.

3. Bila pacarnya menuntut hubungan intim, S harus menolak tegas dengan pertimbangan peluang masalah akan semakin rumit bila dari hubungan tersebut terjadi kehamilan di luar nikah.

4. Yang paling tepat adalah segera memutuskan hubungan dengan tegas karena bila sebagai pacar dia sudah berani melakukan tindak kekerasan, peluang untuk perilaku yang semakin sadis akan terbuka lebar saat terikat tali pernikahan.

Cemburu memang bukti cinta kasih, tetapi cemburu berlebihan dengan dasar posesif merupakan salah satu gejala gangguan mental yang bisa mencelakakan pasangan.

Jadi, waspadalah dalam memilih pasangan dan waspadalah terhadap penyesalan kemudian oleh hubungan intim di luar ikatan pernikahan.

Saturday, December 15, 2007

KEKERASAN DALAM PACARAN

KEKERASAN DALAM PACARAN


Bila anda sedang benar-benar jatuh cinta, perlakuan si dia yang terkadang buruk, anda anggap sebagai bagian dari perhatiannya terhadap anda. Jangan anda dibutakan dengan cinta, hingga anda tidak dapat lagi membedakan mana cinta sejati dan mana kekerasan. Karena cinta itu lemah-lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih dan tidak ada kekerasan.

a. Kekerasan Fisik,

Memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong sekuat tenaga, menampar, menonjok, mencekik, membakar bagian tubuh/menyundut dengan rokok, pemaksaan berhubungan seks, menggunakan alat, atau dengan sengaja mengajak seseorang ke tempat yang membahayakan keselamatan. Ini biasanya dilakukan karena anda tidak mau menuruti kemauannya atau anda dianggap telah melakukan kesalahan.

b. Kekerasan Seksual,

Berupa pemaksaan hubungan seksual, pelecehan seksual (rabaan, ciuman, sentuhan) tanpa persetujuan. Perbuatan tanpa persetujuan atau pemaksaan itu biasanya disertai ancaman akan ditinggalkan, akan menyengsarakan atau ancaman kekerasan fisik.

c.Kekerasan Emosional

Bentuk kekerasan ini biasanya jarang disadari, karena memang wujudnya tidak kelihatan. Namun sebenarnya, kekerasan ini justru akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman. Bentuk kekerasan non fisik ini berupa pemberian julukan yang mengandung olok-olok; membuat seseorang jadi bahan tertawaan; mengancam, cemburu yang berlebihan, membatasi pasangannya untuk melakukan kegiatan yang disukai, pemerasan, mengisolasi, larangan berteman, caci maki, larangan bersolek, larangan bersikap ramah pada orang lain dan sebagainya.

ANTARA MITOS DAN FAKTA

Mitos: Cemburu, intimidasi dan bentuk kekerasan lain yang dilakukan si dia adalah bukti cinta dan kasih sayang;

Fakta: Itu bukan bukti cinta, itu adalah kontrol dari si dia agar anda patuh dan menuruti semua kemauan si dia.

Mitos: Bahwa dia melakukan kekerasan fisik pada anda karena anda telah melakukan suatu kesalahan yang membuat si dia marah. Jika anda menuruti apa kemauannya, si dia pasti tidak melakukannya;

Fakta: Ketika anda tidak melakukan suatu kesalahanpun, si dia tetap melakukan kekerasan.

Mitos: Kekerasan yang anda alami, anda yakini hanya akan terjadi sekali, karena si dia telah meminta maaf atas kelakuannya dan berjanji tidak akan melakukannya lagi dengan menunjukkan sikap yang tulus;

Fakta: Kekerasan akan terus berlangsung dan bersiklus. Dia melakukannya lalu dia meminta maaf, kemudian dia akan melakukannya lagi pada anda, minta maaf lagi, begitu seterusnya.

Mitos: Anda percaya, setelah dia melakukan kekerasan, si dia akan lebih mesra pada anda;

Fakta: Lebih banyak kekerasan yang anda alami daripada kemesraannya.

Mitos: Ketika si dia memaksa anda untuk melakukan hubungan seksual, dia berjanji akan mempertanggungjawabkannya;

Fakta: Sudah banyak perempuan yang terjebak oleh janji palsu pasangannnya dan ditinggalkan oleh pasangannya setelah pasangannya puas mendapatkan apa yang diinginkannya.

Mitos: Bahwa kekekerasan yang anda alami adalah salah satu konsekwensi jika berelasi dengan laki-laki;

Fakta: Berelasi dengan laki-laki bukan berarti menyerahkan diri kita untuk dijadikan objek kekerasan.

Mitos: Ketika anda menjadi pasangan si dia, anda dan terutama si dia, mengasumsikan bahwa anda adalah miliknya. Sehingga si dia dapat melakukan apa saja terhadap diri anda;

Fakta: Anda adalah milik anda sendiri. Jangankan hanya sebatas pacaran, dalam perkawinanpun, diri anda sepenuhnya adalah milik/hak anda dan bukan otoritas orang lain.

INGAT, TAK SEORANGPUN BERHAK MENJADIKAN ANDA OBJEK KEKERASAN

AKIBATNYA BAGI ANDA

Umumnya, korban kekerasan dalam berpasangan ini adalah perempuan. Ini diakibatkan adanya hubungan relasi gender yang tidak setara antara perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap lemah, dapat ‘diapa-apakan’, perempuan adalah objek kekerasan dan harus tunduk pada laki-laki. Jelas, dari pola yang tidak seimbang ini, yang rugi adalah perempuan.

Sayangnya, relasi hubungan yang timpang ini jarang disadari oleh perempuannya sendiri. Akibatnya, anda menerima begitu saja perlakuan tak adil ini dan menerima akibat buruknya, seperti ketakutan yang berlebihan, kesakitan, trauma dan sebagainya, sebagai konsekwensi berhubungan dengan laki-laki.

APA YANG DAPAT ANDA LAKUKAN

Sadari bahwa anda punya hak untuk marah, khawatir dan merasa terhina

Berani untuk mengatakan ‘TIDAK’ jika si dia mulai melakukan kekerasan terhadap diri anda

Sadari bahwa anda punya hak penuh atas tubuh dan jiwa anda, tanpa seorangpun dapat mengganggu gugat

Sadari bahwa meski anda mencintai si dia dan sebaliknya, tidak berarti si dia dapat berbuat seenaknya terhadap anda

Jangan segan untuk melaporkan kekerasan yang anda alami ke polisi atau pihak berwenang lainnya

Atau mintalah bantuan Lembaga Bantuan Hukum untuk mendampingi anda

Hati-hati terhadap rayuan si dia dan janji-janji muluk. Menurut anda dan terutama si dia, hubungan seksual yang telah dilakukan adalah "suka sama suka". Sebenarnya, anda justru telah termakan rayuannya. Dalam ilmu kriminologi, yang disebut perkosaan adalah juga perbuatan yang terjadi akibat rayuan dan atau adanya dominasi laki-laki atas perempuan, atau dominasi atasan terhadap bawahan

Bila ada perjanjian, buatlah perjanjian secara tertulis dengan dibubuhi materai dan disertai saksi.

SETIAP PELAKU KEKERASAN DAPAT DI HUKUM

Siapapun dia, sedekat apapun dia, bila dia melakukan kekerasan, ya... harus di hukum. Maka dari itu, laporkan kekerasan yang telah anda alami ke polisi, kemudian polisi akan memprosesnya sampai ke pengadilan. Karena bagaimanapun pelaku kekerasan, — meski dia adalah orang yang anda sayangi dan cintai —, bisa dikenai pasal-pasal penganiayaan dalam KUHP. Yaitu pasal 351-358 untuk penganiayaan fisik, 289-296 tentang pencabulan untuk pelecehan seksual, pasal 281-283, 532-533 untuk kejahatan terhadap kesopanan dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan di bawah umur.

YANG HARUS DIPERSIAPKAN JIKA ANDA MEMBAWA KASUS INI KE PENGADILAN

Dengan memutuskan untuk membawa kasus ini ke pengadilan, maka anda harus bersiap-siap dengan:

sikap aparat, baik kepolisian maupun pengadilan ( umumnya laki-laki), seringkali justru mempermalukan dan membuat anda marah, dengan komentar-komentar bernada penghinaan baik dari petugas atau pengacara lawan, misalnya: bahwa anda sendirilah yang memberi peluang terjadinya kekerasan seksual, dianggap sebagai perempuan tak bermoral dan sebagainya;

cobalah untuk tetap bertahan, karena seringkali pelaku kekerasan seksual kemudian bebas karena korban merasa ketakutan membawa kasusnya ke pengadilan dan tidak siap menghadapi hal-hal diatas;

hubungi dan terus melakukan komunikasi dengan individu/teman atau organisasi perempuan yang peduli pada masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Anda dapat menghubungi di Women Crisis Centre dikota anda.

Source : kespro

Saturday, December 1, 2007

Penantian....




Penantian

Aku menanti jatuhnya daun di musim gugur...
Aku menanti karunia pada keputusasaan yang dalam...
Setiap hari selalu kunanti perubahan...
Sebab perubahan adalah kepastian...
Aku tetap setiap menunggu perubahan itu...
Kata orang sih itu namanya keajaiban...
Seperti tongkat Nabi Musa yang konon katanya bisa membelah lautan...
Aku masih setia disini menanti perubahan itu..
Akankah benar-benar terjadi...
Aku tak tahu pasti...

[Ragil Az zahra,1 Desember 2007,14.00]