Thursday, December 30, 2010

Monday, November 22, 2010

[Telah Terbit] Jakarta Uncovered





Sinopsis Buku
Judul : Jakarta Uncovered – Membongkar Kemaksiatan,
Membangun Kesadaran Baru
Penulis : Nori Andriyani
Penerbit : Perempuan Berdaya, Oktober 2010
ISBN : 978-602-97984-0-1
Harga: Rp 25.000,-

Penulisan buku ini berangkat dari keprihatinan terhadap meruyaknya bisnis layanan seks perempuan untuk memenuhi kebutuhan kaum lelaki di Jakarta, terutama sejak tahun 2000. Tawaran pemikiran baru dari buku ini, dalam konteks Indonesia, adalah bahwa aspek kaum lelaki sebagai pembeli selama ini sangat kurang dan bahkan bisa dikatakan tidak muncul dalam wacana. Sebaliknya, yang selalu disorot dan dipersalahkan adalah perempuan yang sebenarnya terjebak dalam bisnis itu dan justru harus dilihat sebagai korban.


Penulis ada dalam posisi pemikiran bahwa jika permintaan (demand) kaum lelaki untuk seks perempuan bayaran dipotong, maka penawaran (supply) layanan seks perempuan akan berkurang dan akhirnya hilang. Selain dari faktor lelaki pembeli layanan seks perempuan yang hilang dari wacana, yang juga cenderung hilang dari fokus perhatian adalah peran mucikari dan keseluruhan pihak dalam jaringan bisnis layanan seks.

Kebiasaan kaum lelaki untuk membeli layanan seks perempuan adalah sebuah masalah karena melanggengkan berbagai bentuk penindasan kaum perempuan dan menghancurkan kebahagiaan keluarga.

Uraian buku ini dimulai dari sebuah kasus seorang istri yang menemukan kenyataan pahit bahwa suaminya ternyata memiliki kebiasaan membeli layanan seks perempuan. Studi kasus ini dimaksudkan sebagai alarm bangun tidur (wake up call) bagi pembaca. Dari studi kasus ini dibangun argumentasi tentang pentingnya melihat faktor lelaki sebagai konsumen yang mempertahankan bisnis layanan seks perempuan.

Selanjutnya dalam bab dua, dibongkar berbagai alasan klise lelaki dan faktor-faktor yang mempertahankan kebiasaan kaum lelaki membeli layanan seks perempuan. Dalam bab tiga dipertegas posisi bahwa bagi perempuan yang dilacurkan yang sebenarnya terjadi
adalah penindasan. Bahasan bab ini dimulai dari kritik terhadap definisi prostitusi. Prostitusi sepadan (analog) dengan perkosaan. Prostitusi terkait erat dengan perdagangan (trafiking)perempuan dan anak dan perbudakan moderen. Melakukan layanan seks dengan imbalan bukanlah sebuah pilihan pekerjaan akan tetapi keterpaksaan. Para perempuan ini adalah korban.

Dalam bab 4, pembaca diajak untuk turut prihatin terhadap perkembangan bisnis layanan seks yang ekspansionis di Jakarta sehingga sudah membentuk gaya hidup baru kaum lelaki urban. Bisnis ini bernilai ekonomi sangat besar dan terkait dengan bisnis layanan seks global.

Terakhir, dalam bab 5 diargumentasikan bahwa setiap orang dapat berperan untuk berbuat sesuatu dalam membongkar kebiasaan lelaki membeli layanan seks perempuan ini. Setiap orang harus melawan rasa ketakberdayaan terhadap hal yang umumnya tidak lagi dipandang sebagai masalah karena sudah ada ribuan tahun. Kita punya kecenderungan untuk meletakkan harapan terlalu besar kepada Negara yang sebenarnya dari sisi lain dapat juga dilihat sebagai ketidakpedulian individu. Karena itu, sudah waktunya ada pendekatan baru ajukan dimana perubahan dimulai dari individu.

Setiap orang dapat melakukan perubahan yang dimulai dari hal yang paling sederhana, yang sehari-hari. Perubahan dimulai dari diri sendiri, anak, keponakan, cucu dan keluarga setiap individu. Dibahas juga upaya-upaya menarik yang sudah dilakukan beberapa organisasi masyarakat yang mungkin dapat menjadi informasi bagi masyarakat kita. Terakhir dibahas tentang pentingnya perempuan menjadi asertif untuk membongkar kebiasaan kaum lelaki membeli layanan seks perempuan dan membangun persaudarian (sisterhood).

Monday, September 27, 2010

KEKERASAN DALAM PACARAN

http://www.lbh-apik.or.id/fact-52%20dating%20vlc.htm

Lembar Info Seri 52 (revisi No.23)

KEKERASAN Dalam Pacaran
APAAN TUH...?

Istilah kerennya, sih dating violence. Sebenernya sih banyak terjadi di sekitar kita, tapi, masih sedikit orang yang ngerti persoalan ini. Maka, kita kudu en mesti tau beberapa hal supaya bisa mengambil tindakan jika mengalaminya or buat ngebantuin teman yang menjadi korban. Pengen tau lebih banyak?terusin aja deh bacanya.

1. Kekerasan dalam pacaran? Ada enggak sih?
Yup! Kekerasan dalam pacaran emang ada. Namun, kebanyakan saat sedang jatuh cinta, kita menganggap bahwa pacar kita adalah segalanya dan membuat kita rela diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Tahu enggak? cemburu berlebihan, membentak, memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa cinta, tapi kekerasan.
Kalau bingung membedakan antara kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah dibutakan oleh cinta. Untuk membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta.


2. Apa aja sih bentuk kekerasan dalam pacaran?
a. Kekerasan fisik
Misalnya memukul, menendang, menjambak rambut, mendorong, menampar, menonjok, mencekik, menganiaya bagian tubuh, menyundut dengan rokok, , memaksa kita ke tempat yang membahayakan keselamatan diri kita.
Jangan didiamkan begitu saja jika menjadi korban, non. Banyak lho, di Indonesia kasus-kasus kekerasan dalam pacaran yang awalnya berupa penganiayaan fisik, kemudian berakhir tragis dengan pembunuhan.
b. Kekerasan seksual
Bentuknya bisa berupa rabaan, ciuman, sentuhan yang tidak kita kehendaki, pelecehan seksual, memaksa kita untuk melakukan hubungan seks dengan beribu satu alasan tanpa persetujuan kita, apalagi dengan ancaman akan meninggalkan, atau akan menganiaya kita.
c. Kekerasan emosional
Berupa cacian, makian, umpatan, hinaan, menjadikan kita bahan olok-olok dan tertawaan ataupun menyebut kita dengan julukan yang bikin sakit hati, cemburu berlebihan, ngelarang en ngebatesin aktivitas kita, ngelarang kita berdandan, ngebatesin kita bergaul dengan siapa, larangan bertegur sapa atau ramah dengan orang lain serta memeras.
Bentuk kekerasan ini banyak terjadi, namun tidak kelihatan dan jarang disadari, termasuk oleh korbannya sendiri. Pada intinya, kekerasan emosional ini akan menimbulkan perasaan tertekan, tidak bebas dan tidak nyaman pada korbannya.


3. Waspada terhadap mitos yang menyesatkan
Mitos adalah pandangan or keyakinan masyarakat tentang suatu hal. Biasanya, kalo sohib, ortu, eyang dll ngomong tentang suatu hal kita pasti langsung percaya. Padahal, ada beberapa mitos yang belum tentu bener, bahkan kadang menyesatkan. Coba simak deh:

Salah (mitos):
Mitos bahwa cemburu maupun kekerasan dari pacar adalah bentuk perhatian doi ke kita en tanda k’lo dia cinta banget.
Yang bener:
Itu bukan bukti cinta, non, tetapi upaya mengontrol serta membatasi agar kita patuh, tunduk dan selalu menuruti kemauan pacar.

Salah nih (mitos):
Bahwa korban kekerasan juga punya andil dan memancing pelaku. Jadi, korban sendirilah yang menyebabkan kekerasan itu.
Sebenernya sih…:
Pelaku akan tetap melakukan kekerasan meski korban tidak melakukan apapun. Dengan menyalahkan korban, si pelaku berupaya membela diri dan melemparkan kesalahannya.

Salah:
Kalau si dia sudah minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi, maka korban sudah ‘aman’ dan pacar kita bener-bener ga’ akan ngulangin perbuatannya lagi.
Nyang Bener:
Kekerasan umumnya terjadi seperti siklus atau lingkaran yang akan terus kembali pada pola lamanya. Sesudah melakukan kekerasan pelaku sering meminta maaf dan berjanji tak akan mengulangi lagi. Tapi kita kudu waspada karena janji-janji itu sulit dipercaya.

Salah abis:
Setelah melakukan kekerasan terhadap kita, si dia akan semakin mesra.
Bener:
Wah..pandangan seperti ini sangat menyesatkan dan keliru abis. Kalau dipikir-pikir bakalan lebih banyak kekerasan yang dialami dibandingkan hepi-nya.

Salah:
Kalau pacar sudah janji mau bertanggungjawab sebelum melakukan hubungan seksual, maka kita akan baik-baik aja, en do’i pasti nepatin janjinya.
Yang Benernya...:
Hati-hati dengan janji-janji manis dan rayuan ‘maut’ yang dilontarkan laki-laki saat memaksa berhubungan seksual. Karena sudah banyak kasus perempuan yang akhirnya ditinggalkan pasangannya setelah ia dinodai bahkan sampai hamil di luar nikah.

Salah lagi…
Setelah punya pacar, maka pasangan kita berhak melakukan apa saja, karena kita sudah menjadi miliknya.
Bener deh
Wah…nggak la yauww….Tak seorangpun berhak atas diri kita, selain kita sendiri. Pacar dan suami kita pun tidak berhak memperlakukan kita seenaknya.

4. Apa yang Harus Dilakukan Jika Menjadi korban
Kita berhak atas tubuh dan jiwa kita, tak seorangpun berhak menganggu-gugat.
Meski saling cinta, tidak berarti pasangan boleh bertindak semau gue terhadap kita.
Harus berani menolak dan berkata ‘TIDAK’ jika si dia mulai melakukan kekerasan.
Hati-hati terhadap rayuan dan janji-janji manis si dia. Jika terjadi pemaksaan hubungan seksual, si dia bisa aja berdalih bahwa hal itu dilakukan suka sama suka.
Jika ada perjanjian, buatlah secara tertulis dengan dibubuhi materai dan disertai saksi.
Jika menjadi korban, kita berhak kok, merasa marah, kuatir dan merasa terhina.
Laporkan ke polisi atau pihak berwenang lain, jika mengalami kekerasan.
Mintalah Lembaga Bantuan Hukum untuk mendampingi.

5. Siapapun pelaku kekerasan dapat dihukum
Sedekat apapun hubungan kita dengan si pelaku kekerasan, ia tetap dapat dihukum, maka segeralah melapor ke kepolisian jika menjadi korban.
Jangan kawatir, sudah ada kok pasal-pasal yang bisa diterapkan misalnya: ps.351-358 KUHP untuk penganiayaan fisik, pasal 289-296 tentang pencabulan jika kita mengalami pelecehan seksual, pasal 281-283, pasal 532-533 untuk kejahatan terhadap kesopanan, dan pasal 286-288 untuk persetubuhan dengan perempuan di bawah umur

6. Jika harus ke Pengadilan
HARUS SIAP MENTAL saat berhadapan dengan aparat kepolisian atau pengadilan yang kebanyakan laki-laki.

JANGAN KAGET kalo mereka melontarkan pertanyaan yang bisa bikin kuping ‘merah’, bikin malu, membuat kita mo marah, nangis, ngeluarin komentar bernada menghina, terutama dari petugas atau pengacara lawan. Misalnya: kita yang dianggap ‘memancing’ pelaku, atau justru dianggap tidak bermoral dan bukan perempuan baik-baik, de-es-be.
TETAP BERTAHAN! Seringkali, pelaku bisa bebas dari hukuman karena korban takut mengadu ke polisi, apalagi meneruskan kasusnya ke pengadilan
HUBUNGI en terus berkomunikasi dengan sohib, individu atau organisasi yang peduli dengan masalah kekerasan terhadap anak dan perempuan.


Buat yang tinggal di Jakarta, bisa menghubungi: LBH APIK (021-87797289), Mitra Perempuan (8298421), Kalyanamitra (7902109), SIKAP (3917760). Di Yogya ada: Rifka Annisa (0274-518720) LSPPA (374813), dan Savy Amira di Surabaya (031-8706255)
INGAT, TAK SEORANGPUN BERHAK MENJADIKAN KITA OBJEK KEKERASAN

Tuesday, August 24, 2010

Street Children in Indonesia

Wednesday, July 14, 2010

women's human rights

Tuesday, June 29, 2010

(Resensi Komik) Gilanya Bola



Resensi Komik

Judul : Gilanya Bola
Penerbit : Cendana Art Media
Komikus : Aji Prasetyo, Cahyo Widi, Diyan Bijac, Gina S.Noer, Is Yuniarto, Tomas Soejakto, W.Dharmawan, Wahyu Hidayatz, Yudis, Zarki
Editor: Beng Rahadian


Gilanya Bola

Oleh: Titiana Adinda (penulis dan aktivis perempuan)


Komik ini merupakan kompilasi alias karya bersama para komikus alias buku komik yang dikerjakan banyak orang . Kita dapat membaca 6 buah cerita independen alias tidak saling berhubungan dari para komikus tersebut.

Sebagai orang awam, yang hanya sebagai penikmat komik, penulis melihat bahwa gaya menggambar masing-masing komikus ternyata berbeda. Ada yang mirip gaya mengambarnya seperti saat penulis membaca komik Jepang. Itu ada di gambar pada cerita berjudul “Maximum” karya Is Yuniato. Kisah di cerita itu agak sedikit menganjal di pikiran penulis karena dituliskan bahwa Freya salah satu pemain dari tim Gigantors menderita kelumpuhan pada kedua kakinya. Lalu penulis jadi berpikir kan kalau lumpuh berarti tidak bisa digerakkan kakinya? Koq bisa sih main bola yang jelas-jelas membutuhkan kaki untuk menendang. Sungguh aneh...

Tetapi yang menarik dikisah itu adalah diceritakan seorang pemain bola yang tuna netra Larry Get yang tetap bisa bermain meskipun tuna netra karena alat bantuan optik echo-locator buatan ayahnya. Meskipun alat itu akhirnya rusak karena terkena tendangan keras dari bola. Tetapi dia akhirnya tanpa melihat dan dengan mengandalkan indera pendengarannya bisa juga melanjutkan pertandingan. Pertanyaan yang mengelitik penulis adalah di dalam alam nyata emang ada seorang tuna netra bisa bermain bola? Rasanya hanya mimpi 

Ada satu kisah yang sangat minim kata-kata yang hanya dijelaskan lewat gambar dan bahkan tidak ada perbincangan yaitu pada kisah berjudul “2010”. Dalam kisah itu diceritakan seorang yang sangat maniak sepakbola berhasil menang undian menghadiri piala dunia tahun 2010. Tapi yang membuat penulis penasaran bisa ya sebuah karya komik dibuat oleh lebih dari satu orang seperti dalam kisah ini dimana bagian Cerita oleh Cahyo Widi, Pensil oleh W.Dharmawan, serta Tinta oleh Yudis. Sebagai orang yang awam dengan dunia komik, lalu muncul pertanyaan gimana kerjasama itu ya?

Yang menurut penulis sangat lucu adalah komik berjudul “Pertaruhan” karya Aji Prasetyo yang berhasil mengambarkan dan menceritakan bagaimana pertandingan sepak bola tidaklah jauh dari ajang pertaruhan sampai memakai jasa dukun segala.
Ada juga yang lucu lainnya pada komik berjudul “Karena Bola Rasa Itu Ada” karya Cerita oleh Wahyu Hidayatz dan Gambar oleh Zarki yang bercerita tentang seorang pemuda bernama Ridho yang tidak menyenangi bola tetapi suka menemani sahabatnya latihan bola. Dia suka kepada seorang perempuan bernama Della. Akhirnya Ridho bisa berpacaran dengan Della karena menyelematkannya dari hantaman bola saat melintas di lapangan sepak bola. Ridho tiba-tiba banyak penggemarnya karena ikut berlatih bola dan terkenal jago bermain bolanya sehingga banyak perempuan-perempuan jatuh hati padanya. Tetapi sayang rupanya itu hanya mimpi dari seorang Ridho. Kasihan deh loe.. He..He..

Namun sangat disayangkan didalam buku komik itu digambarkan Perempuan melakukan kekerasan pada pasangannya karena pasangannya tergila-gila bola (hal.23). Hal itu menurut penulis agak diragukan kenyataannya karena bisa di hitung dengan jari perempuan yang berani melakukan kekerasan terhadap laki-laki, yang ada justru sebaliknya banyak laki-laki yang melakukan kekerasan terhadap perempuan karena tergila-gila pada bola. Yang lebih disesalkan karena komik berjudul “Kartu Merah untuk Kasih” justru ceritanya berasal dari komikus perempuan yang bernama Gina S.Noer walaupun gambarnya dilakukan oleh Tomas Soejakto.

Bahwa pertandingan sepak bola bisa menjadikan peningkatan jumlah KDRT dan perempuan sebagai korban bisa dicari beritanya. Sebagai contoh adalah berita tentang “Istri Dipukul Suami Yang Sering Berjudi Bola di Piala Dunia” lihat dan baca di
http://yustisi.com/2010/06/istri-dipukuli-suami-yang-sering-berjudi-bola-di-piala-dunia/
atau baca juga berita berjudul “Hati-hati KDRT meningkat karena Piala Dunia” sumber http://www.klipberita.com/klip-news/9416-hati-hati-kdrt-meningkat-saat-piala-dunia.html

Secara keseluruhan buku komik ini sangat bagus dan layak baca. Dikerjakan secara beramai-ramai alias keroyokan menambah nilai tambah bagi komik ini, Karena pembaca disunggukan jenis gambar yang macam-macam. Salut untuk pengarapan komik ini. Pasti membutukan kerjasama yang baik diantara banyak orang yang terlibat didalamnya. Semangat sebuah tim layaknya tim sepakbola. Karena saking banyaknya komikus yang terlibat, bisa jadi satu tim sepakbola tuh..He..He.. Selamat buat para komikus Indonesia !!!

Friday, June 18, 2010

Friday, May 21, 2010

Child Abuse

Friday, April 9, 2010

Memahami KDRT

http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/memahami_kdrt/

Memahami KDRT

Oleh: Titiana Adinda

Tersakiti secara fisik, seksual dan psikis atau ditelantarkan secara ekonomi oleh suami anda adalah termasuk dalam KDRT alias Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Ditengah kegalauan mungkin anda merasa sendirian tanpa ada orang yang bisa diajak bicara. Pada kenyataannya, banyak sekali perempuan di Indonesia yang mengalami KDRT. Umumnya korban KDRT merasa bahwa merekalah penyebab kekerasan itu karena telah melakukan kesalahan sehingga ‘layak’ untuk dihukum. Namun anda bukanlah penyebab kekerasan tersebut, berhentilah menyalahkan diri sendiri. Sebab seorang manusia dilarang untuk menyakiti dan melakukan kekerasan terhadap pasangannya apapun alasannya.

Menurut UU No.23 Tahun 2004 yang dimaksud Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah:

“Kekerasan Dalam Rumah Tangga ialah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga” ( UU Penghapusan KDRT, Pasal 1 ayat 1)

Anda adalah korban KDRT jika....

Anda seringkali dipukul, dianiaya, dimaki, dipaksa berhubungan atau tindakan penyerangan fisik lainnya. Serangan itu baik tanpa senjata atau dengan senjata

Anda kerap kali dihina, dimaki, dikecilkan peranannya baik dalam percakapan pribadi bahkan dihadapan orang lain.

Anda tidak mendapatkan nafkah lahir dan batin

Kebebasan anda dihalangi, anda diisolasi atau dilarang bertemu dengan teman atau keluarga bahkan dilarang ke tempat ibadah.

Anda tidak memiliki akses ke sumber keuangan, tidak diikutkan dalam diskusi dan keputusan tentang keuangan keluarga

Anda tidak mendapat perawatan medis yang baik bahkan tidak mendapat obat-obatan saat anda sakit atau hamil .



Setelah kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran ekonomi terjadi maka pikirkanlah bahwa:
Saya tidak berhak menjadi obyek kekerasan

Saya bukan penyebab kekerasan terjadi

Saya tidak suka dan tidak mau menjadi korban kekerasan

Saya adalah manusia penting

Saya punya kekuatan dan kekuasaan terhadap diri saya sendiri

Saya yang berhak memutuskan apa yang terbaik untuk diri saya

Saya tidak sendiri, saya bisa meminta pertolongan kepada orang lain

Saya harus membuat hidup saya aman dan sehat fisik ataupun psikis



Sebagai manusia dan sebagai pasangan, saya punya hak untuk hidup tanpa kekerasan
Jika kekerasan terjadi pada anda, segeralah mencari pertolongan. Ingatlah KDRT adalah perbuatan kriminal. Sudah ada Undang-undang yang dapat melindungi Anda dari KDRT. Keputusan untuk bertahan atau pergi meninggalkan sepenuhnya berada ditangan Anda. Anda berhak hidup bebas tanpa kekerasan.

Menilai Relasi

http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/menilai_relasi/


Menilai Relasi


Apakah relasi kita damai atau penuh kekerasan? Seringkah menderita sakit karena luka fisik akibat kekerasan dan juga sering merasa luka hati karena perkataan pasangan anda? Tibalah saatnya untuk menilai apakah relasi anda penuh dengan kekerasan atau tidak, sehingga anda memiliki pertimbangan apakah anda akan melanjutkan hubungan dengan pasangan anda atau tidak.

TANDA BAHWA ANDA DALAM HUBUNGAN YANG PENUH KEKERASAN

# Batin anda Pikiran dan Perasaan Pasangan anda Meremehkan Perilaku
Apakah anda:
- merasa takut pada pasangan anda?
- menghindari topik-topik tertentu karena takut memicu kemarahan pasangan anda?
- merasa bahwa anda tidak bisa melakukan apa-apa yang tepat untuk pasangan anda?
- percaya bahwa anda layak disakiti atau diperlakukan kasar?
- bertanya-tanya apakah anda sehat secara psikologis?
- merasa mati rasa emosional atau tak berdaya?

Apakah pasangan anda:
- menghina atau berteriak pada anda?
- mengkritik anda dan membuat anda rendah diri?
- memperlakukan anda begitu buruk sehingga anda berharap tidak ada teman atau keluarga yang melihat?
- Menyepelekan pendapat anda atau prestasi anda?
- menyalahkan anda atas perilaku kasar itu sendiri?
- melihat anda sebagai properti atau objek seks, daripada sebagai manusia?
- Pasangan anda Melakukan kekerasan atau Ancaman


# Pasangan anda Mengontrol Perilaku
Apakah pasangan anda:
- memiliki temperamen buruk dan tidak terduga?
- menyakiti anda, atau mengancam untuk melukai atau membunuh anda?
- mengancam untuk membawa anak-anak anda pergi atau menyakiti mereka?
- mengancam untuk bunuh diri jika anda pergi?
- memaksa anda untuk berhubungan seks?
- menghancurkan barang-barang anda?

Apakah pasangan anda:
- bertindak terlalu cemburu dan posesif?
- kontrol di mana anda pergi atau apa yang anda lakukan?
- mencegah anda melihat teman-teman anda atau keluarga?
- membatasi akses anda dengan uang, telepon, atau mobil?
- terus-menerus memeriksa anda?


Jika jawaban anda lebih banyak “Iya”. Maka sudah dapat dipastikan bahwa relasi anda penuh dengan kekerasan. Tapi ingatlah jika anda sudah berhasil memastikan bahwa anda adalah korban kekerasan jangalah menyalahkan diri sendiri, sebab tidak seorangpun boleh melakukan kekerasan terhadap diri kita.

Sebaiknya anda cepat mencari bantuan, hubungilah psikolog atau pekerja sosial di women crisis centre / lembaga pengada layanan, atau berceritalah kepada keluarga dan sahabat anda dan bahkan kalau perlu mengadu ke kepolisian atau ke rumah sakit untuk mengobati luka-luka jika ada. Jangan lupa mintalah visum et repertum jika terjadi kekerasan fisik, karena hal itu penting untuk bukti, jika kasus berlanjut ke tingkat hukum.

Kekerasan macam itu dapat terjadi dalam relasi perkawinan atau pacaran. Jika terjadi dalam ikatan perkawinan maka disebut sebagai Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dan jika terjadi dalam relasi pacaran maka dinamakan Kekerasan Dalam Pacaran.

Jika itu terjadi dalam relasi perkawinan, sebetulnya telah ada perlindungan hukumnya melalui UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No.24 Tahun 2003. Artinya, KDRT tersebut dapat dikategorikan sebagai tindakan kriminal, dan pelakunya dapat dihukum.

Jadi silahkan menilai relasi anda dengan pasangan. Apakah penuh dengan kekerasan? Keputusan untuk bertahan atau meninggalkannya sepenuhnya berada ditangan anda, namun perlu diingat, bahwa tidak ada satu manusiapun berhak untuk disakiti.

Thursday, March 4, 2010

Menggugat Kebijakan dan Pengadaan Fasilitas Umum untuk Difabel




Menggugat Kebijakan dan Pengadaan
Fasilitas Umum untuk Difabel
Oleh: Titiana Adinda (*

Istilah Difabel (difabel) digunakan sebagai pengganti istilah penyandang cacat yang terkesan negatif dan diskriminatif. Difabel sendiri berasal dari kata different ability. Yang berarti manusia yang memiliki kemampuan yang berbeda. Istilah itu jelas lebih manusiawi. Istilah difabel didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan.

Undang-undang Indonesia No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental.

Definisi di atas tak jauh berbeda dengan definisi dalam Declaration on the Rights of Disabled Persons (1975) yang menegaskan difabel adalah any person unable to ensure by himself or herself, wholly or partly, the necessities of a normal individual and/or social life, as a result of deficiency, either congenital or not, in his or her physical or mental capabilities.

Undang-undang No. 4 tahun 1997 menegaskan bahwa difabel merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap difabel berhak memperoleh : (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan , pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi difabel anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.

Menurut data Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2000, prevalensi difabel di Indonesia mencapai 1,46 juta penduduk atau sekitar 0,74 % dari total penduduk Indonesia (197 juta jiwa) pada tahun itu. Presentase difabel di daerah pedesaan adalah sebesar 0,83 % lebih tinggi dibanding dengan persentase di daerah perkotaan sebanyak 0,63 %. Data tersebut tampak kontras dengan estimasi yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang memprediksi bahwa satu dari 10 orang Indonesia adalah difabel. Temuan SUSENAS tersebut juga dianggap terlalu kecil bila dibandingkan dengan hasil quick survey WHO tahun 1979, yang menyimpulkan bahwa prevalensi difabel di Indonesia mencapai 3,11 persen.
Sebagai warga negara yang baik, kita wajib mempertanyakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan dan aksesibilitas bagi difabel ini. Untuk menilai apakah pemerintah sudah menjalankan amanat hati nurani rakyat atau belum khususnya kepada difabel. Alat ukurnya kita bisa menilainya dari ketersediaan peraturan dan pelaksanaan peraturan tersebut. Salah satunya adalah masalah aksesibilitas bagi difabel terhadap fasilitas publik. Ketersediaan aksesibiltas bagi difabel haruslah tersedia di fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, terminal, bandara, tempat beribadah, pasar, gedung perkantoran serta lainnya.

Menurut publikasi Country Study Report pada tahun 2005, salah satu penyebab kenapa persoalan rehabilitasi sosial dan aksesibilitas para difabel di Indonesia penuh keterbatasan karena hanya tersedia 0,5 persen dari total anggaran nasional bagi rehabilitasi dan aksesibilitas bagi difabel.


Aksesibilitas Difabel

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat, Pasal 1 ayat 4 disebutkan "Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan."

Pemaknaan ‘aksesibilitas’ dalam UU No. 4 tahun 1997 sudah sangat jelas bahwa aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi difabel guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan

Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 10 ayat 2 yang berbunyi, "Penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat."

Sejalan dengan itu, yang dimaksud dengan aksesibilitas fisik adalah lingkungan fisik yang oleh difabel agar dapat dihampiri, dimasuki atau dilewati, dan dapat digunakan wilayah dan fasilitas yang terdapat di dalamnya tanpa bantuan. Dalam pengertian yang lebih luas, aksesibilitas fisik mencakup akses terhadap berbagai bangunan, alat transportasi dan komunikasi, serta berbagai fasilitas di luar ruangan termasuk sarana rekreasi.

Memang dapat menimbulkan frustrasi bagi difabel dalam menghadapi kenyataan bahwa berbagai hambatan arsitektural di dalam bangunan-bangunan dan fasilitas-fasilitas yang disediakan bagi kepentingan umum ternyata tidak selalu mudah atau bahkan sering tidak memungkinkan bagi para difabel untuk berpartisipasi penuh dalam situasi normal, baik dalam bidang pendidikan, pekerjaan maupun rekreasi.

Beberapa contoh hambatan arsitektural adalah tidak adanya trotoar, permukaan jalan yang tidak rata, tepian jalan yang tinggi, lubang pintu yang terlalu sempit, lantai yang terlalu licin, tidak tersedianya tempat parkir yang sesuai, tidak tersedia lift, fasilitas sanitasi yang terlalu sempit, telepon umum yang terlalu tinggi, tangga yang tidak berpagar pengaman, jendela atau papan reklame yang menghalangi jalan, dan masih banyak lagi.

Hal-hal tersebut di atas menjadi masalah bagi difabel dari jenis dan derajat kecacatan tertentu sehingga mereka tidak dapat merealisasikan kesamaan haknya sebagai warga masyarakat. Sesungguhnya para difabel tidak mengharapkan dan tidak pula memerlukan lebih banyak hak daripada orang-orang pada umumnya. Mereka hanya menghendaki agar dapat bergerak di dalam lingkungannya dengan tingkat kenyamanan, kemudahan dan keselamatan yang sama dengan warga masyarakat lainnya, memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang normal, dapat semandiri mungkin dalam batas-batas kemampuannya.

Tersedianya bangunan dan fasilitas yang dapat diakses oleh semua orang merupakan persoalan kesamaan kesempatan dan keadilan sosial. Akses terhadap fasilitas-fasilitas umum merupakan hak, bukan pilihan semata. Lebih dari itu, penataan lingkungan yang sesuai dengan kaidah aksesibilitas akan juga memberikan lebih banyak kenyamanan bagi warga masyarakat pada umumnya.


Declaration on the Rights of Disabled Persons (1975) menegaskan bahwa difabel berhak untuk memperoleh upaya-upaya (dari pihak lain) yang memudahkan mereka untuk menjadi mandiri/ tidak tergantung pada pihak lain. Mereka juga berhak mendapatkan pelayanan medis, psikologis dan fungsional, rehabilitasi medis dan sosial, pendidikan, pelatihan ketrampilan, konsultasi, penempatan kerja, dan semua jenis pelayanan yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan kapasitas dan ketrampilannya secara maksimal sehingga dapat mempercepat proses reintegrasi dan integrasi sosial mereka.

Selanjutnya, pasal 5 Standard Rules on the Equalization of Opportunities for Persons with Disabilities 1993 menjelaskan bahwa Negara harus mengakui dan menjamin aksesibilitas melalui (1) menetapkan program-program aksi untuk mewujudkan aksesibilitas fisik, dan (2) melakukan upaya-upaya untuk memberikan akses terhadap informasi dan komunikasi.

Untuk mewujudkan langkah tersebut, negara harus melakukan tindakan-tindakan seperti menghilangkan hambatan-hambatan fisik difabel, termasuk dalam hal ini adalah menetapkan kebijakan dan hukum yang mengatur dan menjamin akses terhadap perumahan, gedung, transportasi publik, jalan dan semua lingkungan fisik lainnya.

Kemudian, negara juga harus menjamin bahwa dalam perencanaan suatu bangunan, konstruksi, dan desain fisik, utamanya yang bersifat publik, adalah mempertimbangkan akses para difabel dan para perencana pembangunan haruslah memahami kebijakan pembangunan fisik yang ramah terhadap difabel. Untuk keperluan tersebut, difabel harus dilbatkan dalam proses konsultasi perencanaan bangunan.

Setidaknya aksesibilitas memiliki setidaknya empat azas yaitu: Pertama, azas kemudahan, artinya setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. Kedua azas kegunaan, artinya semua orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan. Ketiga azas keselamatan, artinya setiap bangunan dalam suatu lingkungan terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang termasuk difabel. Keempat azas kemandirian, artinya setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.

Hambatan terhadap Aksesibilitas

Hambatan arsitektural mempengaruhi tiga kategori, yaitu:
1. Kecacatan fisik, yang mencakup mereka yang menggunakan kursi roda, semi-ambulant, dan mereka yang memiliki hambatan manipulatoris yaitu kesulitan gerak otot;
2. Kecacatan sensoris (alat indra) yang meliputi orang tunanetra dan tunarungu;
3. Kecacatan intelektual (tunagrahita).


Hambatan Arsitektural bagi Pengguna Kursi Roda

A. Hambatan yang dihadapi oleh para pengguna kursi roda sebagai akibat dari desain arsitektural saat ini mencakup:
1. Perubahan tingkat ketinggian permukaan yang mendadak seperti pada tangga atau parit.
2. Tidak adanya pertautan landai antara jalan dan trotoar.
3. Tidak cukupnya ruang untuk lutut di bawah meja atau wastapel.
4. Tidak cukupnya ruang untuk berbelok, lubang pintu dan koridor yang terlalu semit
5. Permukaan jalan yang renjul (misalnya karena adanya bebatuan) menghambat jalannya kursi roda.
6. Pintu yang terlalu berat dan sulit dibuka.
7. Tombol-tombol yang terlalu tinggi letaknya.

B. Hambatan yang Dihadapi Penyandang Semi-ambulant
Semi-ambulant adalah tunadaksa yang mengalami kesulitan berjalan tetapi tidak memerlukan kursi roda. Hambatan arsitektural yang mereka hadapi antara lain mencakup:
1. Tangga yang terlalu tinggi.
2. Lantai yang terlalu licin.
3. Bergerak cepat melalui pintu putar atau pintu yang menutup secara otomatis.
4. Pintu lift yang menutup terlalu cepat.
5. Tangga berjalan tanpa pegangan yang bergerak terlalu cepat.

C. Hambatan Arsitektural bagi Tunanetra
Yang dimaksud dengan tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak cukup baik untuk dapat membaca tulisan biasa meskipun sudah dibantu dengan kaca mata.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para tunanetra sebagai akibat dari desain arsitektural selama ini antara lain:
1. Tidak adanya petunjuk arah atau ciri-ciri yang dapat didengar atau dilihat dengan penglihatan terbatas yang menunjukkan nomor lantai pada gedung-gedung bertingkat.
2. Rintangan-rintangan kecil seperti jendela yang membuka ke luar atau papan reklame yang dipasang di tempat pejalan kaki.
3. Cahaya yang menyilaukan atau terlalu redup.
4. Lift tanpa petunjuk taktual (dapat diraba) untuk membedakan bermacam-macam tombol, atau petunjuk suara untuk menunjukkan nomor lantai.

D. Hambatan bagi Tunarungu
Para tunarungu tidak mungkin dapat memahami pengumuman melalui pengeras suara di bandara atau terminal angkutan umum. Mereka juga mengalami kesulitan membaca bibir di auditorium dengan pencahayaan yang buruk, dan mereka mungkin tidak dapat mendengar bunyi tanda bahaya.

E. Hambatan bagi Tunagrahita
Para tunagrahita yang memiliki masalah dengan keintelektualannya akan mengalami kesulitan mencari jalan di dalam lingkungan baru jika di sana tidak terdapat petunjuk jalan yang jelas dan baku.

Aksesibilitas berikutnya adalah akses terhadap informasi dan komunikasi. Para difabel harus mendapatkan akses terhadap informasi yang leluasa tentang diagnosa, hak-hak, dan pelayanan yang mereka terima pada semua tingkatan. Informasi-informasi tersebut harus dihadirkan dalam format yang dapat diakses oleh difabel seperti misalnya dalam format huruf braille, pengeras suara, huruf dicetak besar, penggunaan sinyal dan bahasa tubuh (sign language) ataupun dalam bentuk lainnya yang ramah terhadap tuna netra, tuna rungu, tuna wicara, ataupun difabel bentuk lainnya.

Disamping itu, negara memiliki kewajiban untuk juga menjamin bahwa media massa, utamanya televisi, radio, dan koran, dapat menghadirkan layanan media yang ramah difabel. Termasuk dalam hal ini adalah layanan informasi publik via komputer haruslah juga dapat diakses oleh difabel.

Peraturan yang Mengatur Aksesibilitas

Setidaknya sampai saat ini pemerintah sudah mengeluarkan beberapa landasan hukum untuk difabel tentang kesejahteraan penyandang cacat dan penyediaan aksesibilitas di Indonesia yaitu UU No. 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah RI No. 43 tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan,dan beberapa peraturan lainnya.

Dalam UU No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dalam pasal 10 dinyatakan tentang aksesibiltas disebutkan bahwa pada pasal 2 penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat dapat hidup bermasyarakat sedangkan pada pasal 3 nya disebutkan penyediaan aksesibilitas yang dimaksudkan pada pasal (1) dan pasal (2) diselenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat dan di lakukan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.

Jelas sekali amanat dari undang-undang tersebut bahwa pemerintah dan atau masyarakat wajib menyelenggarakan aksesibilitas terhadap difabel. Hal tersebut juga diperkuat oleh Peraturan Pemerintah bahkan keputusan menteri pekerjaan umum.

Lalu bagaimana pelaksanaannya?

Kita bisa menyaksikan sendiri bahwa amat jarang fasilitas publik dikota-kota besar apalagi kota-kota kecil contohnya di Jakarta dan Surabaya seperti tempat ibadah, bank, rumah makan, sekolah, mal/plaza dan lainnya yang menyediakan jalan atau bidang miring bagi pengguna kursi roda. Semuanya beranak tangga. Lalu bagaimana orang yang menggunakan kursi roda bisa mengakses gedung tersebut?

Seperti menurut M.Ridwan Kamil, dosen arsitektur ITB bahwa setidaknya sebuah kota harus dapat secara komprehensif menyediakan aturan-aturan yang diterapkan ke dalam beberapa sektor. Pertama adalah menghilangkan diskriminasi di sektor employment atau tempat kerja/kantor. Kedua adalah hak aksesibilitas di sektor public service atau sarana publik seperti kantor pemerintah, sekolah, kantor pos, terminal maupun stasiun kereta. Ketiga adalah hak aksesibilitas di sektor public acommodation seperti halnya hotel, restoran, toko-toko. Terakhir adalah sektor sarana telekomunikasi yang diwajibkan untuk menyediakan sistem khusus bagi tunarungu dan tunawicara. (Kompas, Rabu, 7 Juni 2000).

Perserikatan Bangsa-Bangsa sudah menunjuk pelapor khusus untuk masalah difabel ini. Yang memberikan masukan kepada Perserikatan Bangsa Bangsa dalam program kerjanya dan untuk menghapuskan diskriminasi sosial pada difabel. Sekretaris Jenderal PBB dalam sambutannya di Hari International Penyandang Cacat tahun lalu mengatakan bahwa negara-negara anggota harus memberikan kesempatan yang sama bagi difabel baik di bidang pekerjaan, pendidikan, kesehatan, informasi dan mendapatkan hak aksesibilitas.

Pendidikan arsitekur di perguruan tinggi seharusnya sudah wajib mengajarkan mata kuliah tentang bagaimana penyediaan aksesibilitas bagi difabel. Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa sudah semua perguruan tinggi mewajibkan mata kuliah tentang bangunan yang aksesibilitasnya bisa dinikmati oleh difabel. Tapi mengapa pada pelaksanaannya amat jarang sekali bangunan fasilitas publik dilengkapi oleh sarana yang dapat diakses oleh difabel. Ambil contoh gedung-gedung perkantoran di sepanjang jalan Jenderal Sudirman, Jalan Thamrin ataupun Rasuna Said dilengkapi oleh fasilitas bagi pengguna kursi roda.

Contohnya adalah gedung Menara Duta di Jl.Rasuna Said yang memiliki jalan masuk gedung dengan anak tangga yang banyak sekali, tanpa dilengkapi oleh bidang miring. Lalu bagaimana jika pengguna kursi roda ingin masuk ke gedung tersebut?

Jadi percuma saja mata kuliah di perguruan tinggi arsitektur di Indonesia dipelajari tetapi tidak diimplementasikan dalam karya nyata. Peran pemerintah disini sangat penting untuk melakukan pengawasan bagi pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut agar dilengkapi oleh fasilitas bagi difabel.

Peran Pemerintah, DPR dan Masyarakat
Pemerintah sudah sewajarnya peduli kepada difabel ini. Karena sama dengan warga negara lain Difabel juga membayar pajak sehingga wajib untuk menikmati hasil-hasil pembangunan. Sudah sewajarnya ada sinergi diantara kementerian. Misalnya kerjasama antara Menteri Kesejahteraan Sosial,Menteri Sosial, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Menteri Kesehatan, Menteri Perhubungan, Menteri Negara Riset dan Teknologi, Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Agama serta Menteri Pendidikan Nasional. Misalnya saja untuk Menteri Riset dan Teknologi mampu menciptakan tekhnologi kursi roda yang dapat digerakkan oleh listrik. Sehingga penggunanya dapat dengan sendiri menjalankan kursi roda tersebut. Serta pada kementerian Pekerjaan Umum dan Pemukiman dan Prasarana Wilayah bisa memawijabkan dan membangun fasilitas umum yang ramah terhadap difabel.

Bahkan dalam pidatonya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada peringatan Hari Cacat International 2005 menginstruksikan kepada para gubernur di Indonesia untuk menyediakan fasilitas yang memadai bagi difabel. Tapi sampai kini tidak ada perubahan yang signifikan terhadap kepentingan difabel. Setelah waktu berselang selama 4 tahun tidak ada perubahan yang berarti dalam pelaksanannya bahwa fasilitas publik harus ramah terhadap difabel.

Pada peringatan Hari Penyandang Cacat 2009. Lagi-lagi pemerintah hanya bisa berjanji akan menyediakan aksesibilitas penyandang cacat. Bahkan wakil presiden Boediono sampai menitikkan air mata ketika berhadapan dengan difabel dalam peringatan tersebut. Jelaslah yang dibutuhkan difabel bukan hanya air mata dan janji-janji tetapi sebuah realisasi dari peraturan yang ada bahwa fasilitas publik harus dapat diakses oleh diffable.

Menteri Agama bisa mengeluarkan instruksi kepada masyarakat dalam membangun rumah ibadah haruslah dapat diakses oleh difabel misalnya dengan menyediakan jalan khusus bagi kursi roda. Jangan lagi kita membaca kesulitan-kesulitan yang dialami oleh Bahrul Fuad dan teman-temannya yang kebetulan difabel ketika akan menunaikan ibadah shalat di Masjid Agung Surabaya yang tidak menyediakan jalan khusus bagi kursi roda (Cerita selengkapnya dapat dibaca di internet dengan alamat http://cakfu.info).

Pada pemerintah daerah juga amat dinantikan kesungguhannya untuk melaksanakan aksesibilitas bagi difabel ini. Seperti janji yang diberikan Fauzi Bowo selaku gubernur DKI Jakarta pada workshop “Aksesibilitas bagi Difabel” pada Jakarta, 10 Oktober 2009 dengan mengatakan bahwa pemerintah daerah DKI Jakarta akan mempersulit izin pembangunan gedung pemerintah maupun swasta yang tidak memiliki akses bagi difabel.

Sejak ditetapkan Tahun Internasional Penyandang Cacat tahun 1981 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Pemerintah RI, maka Pemprov DKI Jakarta telah menerbitkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta No 66/1981 tentang Ketentuan Penyediaan Sarana/Perlengkapan bagi Penyandang Cacat pada Bangunan-Bangunan Fasilitas Umum, Pusat Pertokoan/Perkantoran dan Perumahan Flat.

Dikatakan oleh Fauzi Bowo bahwa sebagai implementasi aspek fisik, kita telah meimliki regulasi yang mensyaratkan pada bangunan umum dan lingkungan dalam Perda No 7/1991 tentang Bangunan Dalam Wilayah DKI Jakarta pada pasal 107 yang saat ini sedang direvisi.

Dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, diharapkan dapat menjadi kewajiban bagi setiap bangunan fasilitas umum, pusat pertokoan, perkantoran, dan perumahan flat (rusun), apartemen untuk menyediakan aksesibilitas bagi orang dengan kemampuan berbeda.

Kemudian ditetapkan UU No 4/1997 tentang Penyandang Cacat dan peraturan pelaksanaannya, serta Undang-Undang No 28/2002 tentang bangunan Gedung dan PP No 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No 28/2002 tentang Bangunan dan Gedung, sebagai dasar hukum bagi Pemprov DKI Jakarta untuk revisi Perda 7/1991, maka penyediaan aksesibilitas bagi difabel merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh IMB (izin mendirikan bangunan).
Sebelumnya gubernur Jawa-Timur Dr. H Soekarwo berjanji akan membenahi fasilitas-fasilitas umum yang ada pada beberapa titik agar bisa memberikan pelayanan yang lebih baik pada para difabel. Hal ini dikatakan setelah mendapat kritikan dari para difabel saat acara halal bi halal di Gedung Grahadi, Senin (28/9). Menurutnya, memberikan akses pada penyandang cacat merupakan bagian dari pelayanan publik.
Kita lihat saja apakah janji gubernur ini hanya omong kosong saja atau benar-benar terlaksana. Pelaksanaan peraturan aksesibilitas pada difabel terlalu lemah pada pelaksanaan dan pengawasannya. Hal itu mungkin terjadi karena tidak adanya sangsi hukum bagi pihak-pihak yang tidak menyediakan aksesibilitas bagi difabel.
Peran DPR juga amat dibutuhkan untuk menanyakan implementasi landasan hukum yang dibuat oleh pemerintah. Apakah sudah berjalan dengan baik atau belum? Jangan hanya diam saja. Ingat bahwa difabel juga memberikan suaranya untuk memilih para wakil di DPR ketika pemilu, jadi jangan lupakan kepentingan mereka. Peran masyarakat untuk difabel juga penting. Misalnya mulai dari sekarang para pemuka agama dari agama apapun dalam ceramahnya menggangkat isu bahwa memberi perhatian dan fasilitas khusus kepada difabel adalah perbuatan terpuji dan sangat berpahala. Ini penting mengingat peran tokoh agama di negeri ini sangatlah didengarkan oleh pengikutnya.
Begitu juga dengan perkumpulan profesi seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) hendaknya mengeluarkan sikap yang tegas bahwa dalam rancangan bangunan anggotanya selalu memperhatikan fasilitas bagi difabel. Dan apabila ada anggotanya yang melanggar ketentuan itu maka dapat dikenai sanksi.

Jika ingin menjadi bangsa yang lebih manusiawi dengan memperhatikan hak-hak difabel yang berarti kita telah mengamalkan Sila dalam Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab didasarkan pada realita bahwa setiap manusia diciptakan berbeda. Sehingga yang ada sebenarnya hanyalah sebuah perbedaan bukan kecacatan. Kita wajib mempertanyakan peran dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan jaminan kesejahteraan bagi para difabel ini.

Sudah waktunya kita memikirkan penyediaan aksesibilitas tersebut sebagai bentuk pengakuan kita akan hak-hak difabel. Apalagi Indonesia telah juga meratifikasi Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik serta Kovenan Hak-Hak Ekonomi Sosial dan Budaya tahun 2005 yang bersama-sama dengan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, adalah bentuk pengakuan dan jaminan Negara terhadap hak-hak difabel.


Daftar Pustaka:
Makalah Aksesibilitas Lingkungan Fisik Bagi Penyandang Cacat, Didi Tarsidi, pada seminar Hari International Penyandang Cacat Jawa-Barat, 1998
Anonim, Survey Sosial Ekonomi, Biro Pusat Statistik, 2000
http://www.depsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=917
http://republika.co.id/koran/14/93409/Air_Mata_untuk_Hak_Penyandang_Cacat
http://cakfu.info
http://www.jatimprov.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=5438&Itemid=2
http://www.depdagri.go.id/konten.php?nama=BeritaDaerah&op=detail_berita_daerah&id=988

(* Titiana Adinda, seorang penulis aktif yang sudah beberapa buah tulisan artikel dan buku dengan tema-tema menarik. Ia juga salah satu pendiri Indonesia Media Watch.

Friday, February 19, 2010

Happy Birthday To Me :)




Happy Birhday To Me :)
Hari ini ulang tahunku, kuberdo'a semoga kasih sayang Tuhan selalu bersamaku, amin ya robbal alamin :))

Sunday, February 14, 2010

Ririe Bogar: “Big is Beautiful”




http://www.jurnalperempuan.com/index.php/jpo/comments/ririe_bogar_ibig_is_beautiful_i/


Ririe Bogar: “Big is Beautiful”


Oleh: Titiana Adinda*


Bila anda bertemu dengan sosok perempuan satu ini, anda hanya akan merasa dia memiliki rasa percaya diri yang amat tinggi, meskipun bertubuh sangat gemuk di banding perempuan pada umumnya. Berat badan 114 kg dan tinggi 170 cm. Tetapi jangan salah, perhatian dan pengabdiannya terhadap orang lain patutlah ditiru. Ririe Bogar (36 tahun) adalah pendiri komunitas Xtra-L di Indonesia. Komunitas tempat berkumpulya orang-orang yang merasa memiliki tubuh gemuk, baik perempuan maupun laki-laki. Meski di awal komunitas ini khusus untuk perempuan, tetapi makin lama, laki-laki banyak juga yang ikut serta dalam komunitas Xtra-L.

Komunitas Xtra-L itu berdiri pada 14 february 2007. Demi membuat orang-orang yang berbadan besar bisa tampil dengan percaya diri dan menerima diri apa adanya menjadi motivasi komunitas ini. Bukan itu saja, hal penting lain yang hedak dibangun dalam komunitas tersebut adalah menghargai diri sendiri agar menjadi berharga juga dimata orang lain.

Menjadi manusia gemuk, apalagi perempuan gemuk di Indonesia, selalu mendapat penilaian negatif dari masyarakat. Mereka kerap mendapat stigma tidak cantik, susah dapat jodoh, dan penyakitan. Terlebih iklan-iklan kosmetik yang sudah membentuk image, perempuan langsing adalah yang cantik.

Termasuk masalah kekerasan dari masyarakat yang kerap kali diterima perempuan bertubuh gemuk; orangtua, saudara, guru, pasangan, dan sebagainya. Kekerasan psikologis mulai dari olok-olok, kata-kata kasar, sampai kekerasan fisik (dipukul) sering mendera mereka. Hal ini mendorong Ririe Bogar untuk membentuk komunitas Xtra-L. Membangun solidaritas sesama orang gemuk, saling menguatkan, dan saling berbagi antar mereka.

Melalui email khusus untuk curhat bagi orang-orang gemuk, Ririe mulai berkomunikasi dengan mereka. Bahkan Ririe tengah mengarah untuk memiliki sebuah hotline atau semacam crisis centre bagi para orang gemuk dan permasalahannya. Sayangnya belum ada pihak yang sudi mendukung kegiatan tersebut.

Membentuk komunitas dan mengelola milis
Bersama sahabatnya yaitu Ita Sugito dan Lulu Lustanti, Ririe membentuk komunitas Xtra-L Indonesia dan mengelola sebuah milis tempat orang-orang gemuk bertukar cerita, bertukar informasi, dan saling menguatkan. Termasuk facebook yang juga menjadi akses untuk berbagi dan curhat. Tak hanya tempat berkumpulnya orang-orang gemuk dan bertambah gemuk, namun komunitas menjadi satu wadah orang-orang yang merasa dirinya gemuk, gendut, gembrot, apa pun sebutan lain, untuk saling mendukung dan menguatkan. Pun berbagai tips kesehatan, fashion, kecantikan, bahkan pekerjaan apa saja -yang sifatnya positif. Satu lagi, komunitas yang telah mempunyai 2.200 anggota ini juga hendak mengajak mengajak masyarakat umum untuk tidak menilai seseorang sebatas penampilan luar saja (fisik saja.)
Suatu hari nanti Ririe Bogar berharap ada "Rumah Xtra-L," sebagai ruang untuk saling berbagi dan konsultasi dalam bidang apa pun.

Pemilihan Miss Big
Tak berhenti di millist dan facebook, Ririe pun menggagas kegiatan pemilihan Miss Big Indonesia. Yaitu ajang kompetisi kecantikan bagi mereka yang memiliki kriteria 5 B; Big, Brain, Beauty, Behavior, serta Believe.

Bekerjasama dengan seorang kawan bernama Fara Adelita Siregar, Ririe berhasil menggelar event Miss Big Indonesia pada tahun 2007. Ide awalnya adalah menjadi seorang ratu kecantikan tidak harus yang langsing. Motivasi bermula dari perhatian Ririe terhadap peserta kontes kecantikan pada umumnya yang saat menjawab arti cantik, mereka bilang, "menurut saya cantik itu dari dalam bukan dari luar." Sebaliknya formulir kontes tersebut tetap saja menyebutkan berat badan harus ideal, alias tidak boleh gemuk. Cantik menurutnya tak mengenal ideal. Karena cantik tidak memiliki berat badan, apalagi warna dan bentuk.

Bukan tanpa kendala Ririe mewujudkan gagasannya. Hal tersulit saat mengadakan Miss Big Indonesia ini adalah kesulitan mencari sponsor. Para sponsor, khususnya kosmetik, menilai acara ini tidak berguna dan hanya akan merusak brand image mereka. Seperti yang nampak dalam realita, hingga saat ini belum ada satupun produk kecantikan yang berani memasang perempuan gemuk untuk menjadi bintang iklannya. Padahal saat produk kosmetik dijual ke pasaran, perempuan menjadi sasaran penjualan produk tersebut, terlepas perempuan itu gemuk, hitam, pendek, atapun jelek sekalipun.

Namun kendala tak menghalangi niat Ririe Bogar dan kawannya untuk tetap mengadakan pemilihan Miss Big Indonesia. Ini semata Ririe Bogar ingin menemukan perubahan cara berpikir dan cara memandang kecantikan. Gemuk juga bisa cantik. Pada akhirnya panitia penyelenggara Miss Big Indonesia mendapat sponsor produk kosmetik bermerk “Za”, yang merupakan produk kecantikan dari Jepang. Mereka menerima dan mendukung penyelenggaraan Miss Big Indonesia. Yang sungguh ironis tidak ada satupun produsen kecantikan dalam negeri yang mendukung kegiatan Miss Big Indonesia.

Bekerja Untuk Orang-orang bertubuh Besar
Sekarang Ririe Bogar bekerja sebagai event organizer, penasehat cara berpakaian (fashion advisor) untuk orang-orang gemuk dan motivator bagi orang-orang gemuk. Dia merasa senang dengan pekerjaan barunya. Pekerjaannya sebagai manager di sebuah hotel ia tinggalkan, meskipun pekerjaan itu sesuai dengan pendidikannya, lulus akademi perjalanan dan wisata di Perth Australia.


Gabung di millist: Xtra-L_Community_Indonesia-subscribe@yahoogroups.com
Facebook: http://www.facebook.com/group.php?gid=26010967463&ref=ts

Monday, January 11, 2010

Big is Beautiful, Kick Andy, 8 Jan 2010

Pada hari Jum'at, 8 Januari 2010, di Kick Andy Metro TV. Dialognya keren deh... Kalo mau lihat rekamannya silahkan kunjungi link dibawah ini ya? Thx bgt...


http://www.metrotvnews.com/index.php/metromain/newsprograms/2010/01/08/4312/190/Big-is-Beautiful


Kalo yang ini rekaman di http://www.youtube.com dengan link

http://www.youtube.com/watch?v=RMEwpToPR5M&feature=PlayList&p=70BD9F438A78D554&playnext=1&playnext_from=PL&index=1