Tuesday, October 30, 2007

Kekerasan dalam Rumah Tangga, Bagaimana Menyikapinya?




http://batampos. co.id/content/ view/33231/ 97/

Kamis, 25 Oktober 2007


Kekerasan dalam Rumah Tangga, Bagaimana Menyikapinya?

Oleh: Ridwan Mansyur SH MH*


Bagaimanakah sikap Anda ketika melihat tetangga ataupun saudara Anda mendapat perlakuan kasar atau kekerasan fisik dan psikis dari suami terhadap istri, dari ayah atau ibu yang melakukan penganiayaan dan kekerasan lainnya terhadap korban yang merupakan anggota keluarga sampai pembantu rumah tangga? Ternyata banyak yang mengambil sikap tidak peduli dan beranggapan situasi tersebut adalah persoalan "rumah tangga" atau lingkup domistik yang tidak layak bagi Anda untuk turut campur.

Kasus kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( KDRT ) yang terjadi di Batam menunjukkan angka yang kian mengkhawatirkan dan perkara perkara yang masuk ke Pengadilan Negeri Batam cenderung meningkat. Patut disikapi bahwa segala bentuk kekerasan terutama Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan Pelanggaran Hak Asasi Manusia serta kejahatan terhadap martabat kemanusiaan sebagai bentuk diskrimninasi, yang merupakan pelanggaran undang undang antara lain Kitab Undang undang Hukum Pidana ( KUHP), Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), sekaligus pelanggaran ketentuan pasal 28 UUD 1945 beserta perubahannya, pasal 28 G ayat (1) bahwa "Setiap orang berhak atas perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan utuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak azasi".

Karakteristik kejahatan ini sangat khas di mana pelaku sekaligus korban adalah subyek dalam lingkup rumah tangga (suami, istri, anak, saudara hingga sub ordinat yang ada didalamnya termasuk pembantu rumah tangga).

Fakta yang ada kebanyakan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah Perempuan dan anak-anak di samping anggota keluarga lainnya termasuk saudara kandung serta anggota keluarga yang menetap dalam rumah tangga tersebut.

Tanpa disadari dan dipahami bahwa perlakuan yang bernuansa kekerasan terhadap seorang atau lebih oleh anggota keluarga yang dominan seperti bapak, suami, ibu atau kakak bahkan majikan seringkali dipandang sebagai kewajaran, yang sering berdalih sebagai pengajaran yang mendidik sehingga bernuansa berlebihan yang berwujud kekerasan fisik maupun psikis. Padahal Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan /atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan yang dialami perempuan sebagai istri, anak-anak serta sub ordinat sangat banyak bentuknya, baik yang bersifat psikologis, fisik, seksual maupun yang bersifat ekonomis yang dilakukan oleh orang terdekat (relasi personal) dalam rumah tangganya.

Dalam konteks kehidupan rumah tangga, mulai dari kekerasan fisik berupa tamparan, pemukulan, penjambakan, mendorong secara kasar, pelecehan seksual, menginjak maupun kekerasan dan ancaman menggunakan benda tajam hingga pembunuhan. Sedangkan secara fsikis sebagaimana dalam ketentuan Undang-Undang No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ( PKDRT) adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak percaya.

Kekerasan seksual meliputi pemaksaan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam rumah tangga, serta pemaksaan hubungan seksual terhadap seorang dalam lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.

Setiap orang yang juga dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga padahal menurut hukum berlaku baginya kewajiban untuk memberikan penghidupan, termasuk perbuatan yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan melarang untuk bekerja yang layak sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut serta membuat seseorang berada dalam keadaan ketergantungan secara ekonomi, di mana antara lain untuk kekerasan fisik diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda lima belas juta rupiah sedangkan terhadap kekerasan seksual dapat dipidana 12 tahun.

Akar masalah dan mitos maskulinitas

Pada intinya semua kekerasan terhadap perempuan dan anak anak bersumber pada ketimpangan kekuasaan antara perempuan dan laki laki yang diperkuat oleh nilai-nilai patriarki yang dianut serta sosialisasi tentang ciri-ciri yang dianggap baik pada laki-laki (maskulinitas) dan menempatkan posisi lebih tinggi yang lebih berkuasa dari perempuan dan anak-anak yang ikut melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga. Kenyataan ini dilengkapi dengan sosialisasi di mana isteri yang bersikap pasif dan pasrah yang mendahulukan kepentingan orang lain, mempertahankan ketergantungan terhadap suami dan bapak.

Adanya mitos-mitos yang merendahkan martabat istri, perempuan dan anak-anak dari suami, sebaliknya ayah yang dominan terhadap anggota keluarga dalam rumah tangga (domistic) dengan sikap yang berlebihan sebagai hubungan relasi kekuasan antara perempuan dan laki laki yang timpang berlangsung di dalam rumah, bahkan diterima sebagai sesuatu kondisi yang benar yang melanggengkan kekerasan dalam rumah tangga. Seterusnya acap kali dipandang wajar sehingga tidak jarang terjadi tindak kekerasan terhadap kakak laki-laki terhadap adik dan saudara yang lain, kepada pembantu rumah tangga yang menjadi pelampiasan kemarahan yang berlanjut menjadi kebiasaan buruk sampai pada penganiayaan yang dapat mengakibatkan kematian disikapi sebagai masalah konflik rumah tangga semata. Padahal sebenarnya adalah perbuatan serius yang merontokkan sendi harmonisasi rumah tangga, bertentangan dengan agama dan Hak azasi manusia yang patut dituntut pertanggungjawaban secara hukum pidana di pengadilan.

Peran masyarakat dan pendamping

Dewasa ini perkara kekerasan dalam rumah tangga yang diajukan ke Pengadilan Negeri cenderung meningkat, kondisi ini disebabkan oleh bukan saja anggota masyarakat terutama para korban mulai menyadari pentingnya membawa persoalan ini ke muka hukum untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga serta menghentikan kekerasan yang dialaminya melalui peroses hukum apabila ternyata tidak mampu lagi diselesaikan melalui cara kekeluargaan dan mediasi. Dalam beberapa kasus peran serta masyarakat yang dirasakan mulai partisipatif, walau masih banyak kekerasan ini yang belum terungkap karena masih banyak perempuan dan anak-anak yang memilih mendiamkan kekerasan yang dialaminya karena takut ancaman fisik, psikis dan sekaligus takut kehilangan sumber penghasilan dari pelaku.

Harus disikapi bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak saat ini merupakan suatu isu global yang merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang wajib ditindaklanjuti oleh negara, telah disepakati pula definisi tentang ciri-ciri tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak yaitu tindakan dengan sengaja menyakiti secara fisik, seksual atau psikologis. ***

*)Ridwan Mansyur SH MH, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Batam


Thursday, October 25, 2007

99 Powerful Women in Indonesia


99 Powerful Women in Indonesia

Globe Asia's first ever ranking of the most powerful women in Indonesia

  1. Megawati Sukarno Putri / Former President of Indonesia
  2. Sri Mulyani Indrawati / Minister of Finance
  3. Kristiani Herawati Yudhoyono / Indonesia's First Lady
  4. Miranda Gultom / Senior Deputy Governor of Bank Indonesia
  5. Siti Hartati Murdaya / Social Entrepreneur, businesswoman, politician
  6. Mari Elka Pangestu / Minister of Trade
  7. Mooryati Soedibyo / Entrepreneur, politician
  8. Kartini Mulyadi / Entrepreneur
  9. Itjih Nursalim / Entrepreneur
  10. Yanti Sukamdani / Head of Hotels Association
  11. Butet Manurung / Social Worker
  12. Yenny Wahid / Director of Wahid Institute
  13. Melinda Tedja / Entrepreneur
  14. Shanti Soedarpo / Entrepreneur
  15. Erna Witoelar / MDGs Indonesia Chairwoman
  16. Siti Fadilah / Health Minister
  17. Fatimah Kalla / Entrepreneur
  18. Meutia Hatta /Minister of Women Affairs
  19. Khofifah Indar Parawansa / Politician
  20. Dewi Fortuna Anwar / International Researcher at LIPI
  21. Viven G. Sitiabudi / Business Executive
  22. Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid / Gender Issue Activist
  23. Suciwati / Human Rights Activist
  24. Rina Ciputra / Entrepreneur
  25. Ratu Atut Chosiyah / Governor of Banten
  26. Herelina Candinegara / Entrepreneur
  27. Ratna Maida Ning / Entrepreneur
  28. Nani Wijaya / Director of Jawa Post Group
  29. Dian Soedarjo / Entrepreneur
  30. Pia Alisjahbana / Entrepreneur, Journalist
  31. Krisdayanti / Artist
  32. Kanjeng Ratu Hemas / Sultan Jogja's Wife
  33. Yani Panigoro / Entrepreneur, Social Engineer
  34. Martha Tilaar / Entrepreneur
  35. Orie Andari Sutadji / President Director of PT. Askes
  36. Siti Hardijanti Rukmana / Entrepreneur
  37. Christine Hakim / Actress
  38. Sukmawati Widjaja / Entrepreneur, Socialite
  39. Agnes Monica / Artist
  40. Marwah Daud Ibrahim / Politician
  41. Titik Puspa / Entrepreneur, Artist
  42. Emmy Hafild / Walhi & Transparency International
  43. Wardah Hafidz / Chairwoman of UPC
  44. Sri Indrastuti Hadiputranto / Lawyer
  45. Rini Soemarno / Entrepreneur
  46. Roosniati Salihin / Deputy Director of Panin Bank
  47. Giwo Rubianto / Chairwoman of Children Protection Commission
  48. Koesmariharti / Telecommunications Regulator
  49. Rita Subowo / Chairwoman of Indonesian Sport Commission (KONI)
  50. Dita Indah Sari / Labor Activist
  51. Nursyahbani Katjasungkana / Gender Issue Activist, Politician
  52. Siti Fadjriah / Deputy Governor of Bank Indonesia
  53. Rustriningsih / Regent of Kebumen
  54. Winny Hasan / President Director of Bank DKI
  55. Maria Lukito / Publisher of Indonesian Tatler
  56. Catherine Hambali / Entrepreneur
  57. Eva Rianti Hutapea / Entrepreneur
  58. Suryani Motik / Entrepreneur
  59. Ratna Ani Lestari / Regent of Banyuwangi
  60. SK Trimurti / Senior Journalist
  61. Lily Kasoem / Entrepreneur
  62. Harkristuti Harkrisnowo / Director General of Law
  63. Tri Mumpuni / Activist
  64. Susi Darmawan / Entrepreneur
  65. Inke Marris / PR Consultant
  66. Lily Widjaja / Banker
  67. Non Rawung / Social Entrepreneur
  68. Husniah Rubiana Thamrin / Chief of National Agency of Food and Drugs
  69. Obin / Fashion Designer
  70. Betti Alisjahbana / President Director of IBM Indonesia
  71. Melsiana Tjahyadikarta / Entrepreneur
  72. Shinta Kamdani / Entrepreneur
  73. Lie Phing / Entrepreneur
  74. Mia Dinata / Director, Film Maker
  75. Ratna Sarumpaet / Film Director
  76. Gadis Arivia / Feminist
  77. Felia Salim / Activist
  78. Lisa Tirto Utomo / Entrepreneur
  79. Puan Maharani / Activist
  80. Dyah Maulida / Director General of Foreign Trade
  81. Siti Nurbaya / Secretary General of Regional Representative Council (DPD)
  82. Herawati Diah / Journalist
  83. Retno Iswari Tranggono / Entrepreneur
  84. Kemala Chandrakirana / Chairwoman of Komnas Perempuan
  85. Baby Jim Aditya / Activist anti AIDS/HIV
  86. Dewi Motik / Entrepreneur
  87. Poppy Dharsono / Entrepreneur, Fashion Design
  88. Nunun Nurbaetje Daradjatun / Entrepreneur
  89. Mira Lesmana / Film Director
  90. Maggie Liem / Specialty Fashion Retailer
  91. Tri Sudwikatmono / Entrepreneur
  92. Titi Said / Chief of Film Censor Board
  93. Shally Bachtiar / Entrepreneur
  94. Sandra Ang / Entrepreneur
  95. Saparinah Sadli / Psychologist
  96. Retnowati Abdulgani-Knapp / Author
  97. Rosianna Silalahi / Editor in Chief of Liputan 6 SCTV
  98. Mien Uno / Motivational Trainer
  99. Veronica Colondam / Social Activist YCAB
Diambil dari Majalah "Globe Asia" edisi October 2007

Monday, October 22, 2007

Sajak Sembilanbelas

Aku ingin berbuat sesuatu padamu,
seperti butir debu yang di helai rambutmu;
aku ingin berbuat sesuatu padamu,
seperti butir air yang tak juga gugur dari matamu.

Mungkin kau mencoba menembusku, barangkali
ingin kaukatakan, "Siapa sebenarnya kau ini?"
Aku ingin mengambang layaknya butir debu
di air yang tak rela tetes dari matamu.

[Sapardi Djoko Darmono]

Friday, October 19, 2007

Gara-gara Iseng


Tadi sore aku iseng ngutak-nguting blogku ini.Alhasil berantakan deh.Aduh gawat.Gimana cara perbaikinya.Mau tanya,tanya ke siapa?Akhirnya ini malam aku kutak-kutik sendiri.Hasilnya kaya yg teman2 lihat deh.Berhasil! Ya aku berhasil mengembalikan format blog ini seperti semula.Malah sekarang lebih rapi lagi.Ya ampun thanks God for Your help...Akhirnya...

Walaupun dengan kemampuan pas-pasan aku bisa juga mengembalikan blogku ini.Bersyukur bgt.Kirain udah hancur nggak bisa dikembalikan lagi.Btw,koq blogku terlalu sederhana ya?Aku nggak pandai sih soalnya memodifikasi blog nggak kaya orang lain.Aduh deh....

Tuesday, October 9, 2007

Lega.....


Aku lega banget karena akhirnya sudah menyelesaikan draft bukuku.Terus tadi ditelpon orang dari penerbitnya katanya buku mau dicetak.Jadi kemungkinan 3 bulan ini bisa keluar di toko buku deh tuh buku.I hope.Amin

Buku itu kalo jadi terbit wah aku bener salut sama diriku sendiri deh.Dari mulai nulis naskahnya.Cari fotografernya sampai nawarin ke penerbitnya aku lakukan sendiri.Aku sama sekali sampai nggak mikirin royalti bukunya.Pokoknya aku udah senang bgt kalo buku itu udah terbit.

Pokoknya buku itu adalah buku pertama di Indonesia deh.Aku bersyukur bgt sama Tuhan karena kebaikan-Nya padaku.Ya Tuhan semoga buku ini akan dicetak dan diminati masyarakat.Amin....

Pusat Krisis Terpadu RSCM,apa kabarmu?


Pusat Krisis Terpadu RSCM,apa kabarmu?

Oleh:Titiana Adinda

Semenjak Pusat Krisis Terpadu untuk Perempuan dan Anak Korban Kekerasan berdiri di RSCM 7 tahun yang lalu sudah 4000-an kasus kekerasan yang ditangani oleh mereka.Korban yg datang rata-rata menderita luka fisik.Yang terparah adalah seorang korban yang ditusuk gunting matanya oleh suaminya sehingga harus dioperasi.

Pusat Krisis Terpadu (PKT) RSCM ini adalah awal terbentuknya PKT-PKT lain di Indonesia.Ini berawal dari study tour beberapa orang atas kerjasama Komnas Perempuan dan UNFPA ke negara-negara ASEAN.Salah satunya ide PKT ini semula ingin meniru One Stop Crisis Centre di Kuala Lumpur Malaysia.Dimana ada dokter,perawat,psikolog,pekerja sosial yang bekerja secara bersamaan dan One Stop Crisis Centre ini buka selama 24 jam.

PKT RSCM menempati sebuah ruangan di lantai dua tepat di atas UGD RSCM.Namun dalam perjalanannya PKT kesulitan dana.UNFPA menyetop kucuran dana operasional kepada PKT.Dana dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan juga sangat minim,dana dari PEMDA DKI hanya untuk membiayai biaya operasional saja tanpa membayar gaji pegawainya.Dana dari Departemen Kesehatan apalagi tidak ada dana sepersenpun dari Departemen Kesehatan untuk PKT ini.Alhasil cita-cita yang semula PKT RSCM sekaligus memperkerjakan dokter,perawat,psikolog dan pekerja sosial.Kini hanya mesti bergiliran kadang hanya dokter dengan perawat saja tanpa pekerja sosial.Atau dokter saja dan pekerja sosial saja tanpa perawat.

Sebagai warga masyarakat saya mau menggugat pemerintah yang tidak memberikan perhatian kepada fasilitas untuk perempuan dan anak korban kekerasan ini khususnya gugatan ini diajukan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan,Departemen Kesehatan,dan PEMDA DKI.Juga memuntut perhatian kepada DPR dan DPRD untuk mengalokasikan anggaran khusus untuk PKT RSCM ini ke dalam APBN/APBD.

Jika perhatian dan dukungan tidak diberikan kepada pihak-pihak tersebut.Maka bukan mustahil PKT RSCM hanya tinggal kenangan saja.Dan komitmen negara untuk penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan wajib dipertanyakan.

Lalu sudah saatnya sektor swasta juga memperhatikan masalah ini.Saya rasa ini bisa menjadi bagian dari Coorporate Sosial Responsibily (CSR) Perusahaan swasta.Atau mungkin juga kita sebagai individu harus memperhatikan fasilitas ini.