Sunday, September 30, 2007

Perempuan Dalam Tayangan Televisi


lihat di www.transparansi-riau.com


Perempuan Dalam Tayangan Televisi


29 Sep 2007 @19:10:05, OPINI


Oleh: Titiana Adinda

Kalau anda melihat tayangan komedi Extravaganza di Trans TV edisi 9 Juli 2007 yang lalu.Tentu anda akan menyaksikan bagaimana peristiwa kekerasan dalam rumah tangga yang banyak dialami oleh perempuan dan anak dijadikan bahan parodi atau lawakan oleh para pemain Extravaganza.Sungguh sebuah kejadian miris.Bagaimana tidak?Peristiwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) bisa dijadikan lelucon semacam itu?Tentu saja ini adalah kesalahan para jurnalis televisi yang masih menganggap enteng peristiwa kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Begitu juga kalau kita menonton drama situasi komedi Office Boy di RCTI. Digambarkan tokoh-tokoh perempuannya bermasalah semua.Ada tokoh Sascya yang pekerjaannya lebih banyak dandan dan teramat bodoh tetapi bisa menjadi sekretaris manager,hanya karena sang manager yaitu Pak Taka jatuh cinta padanya.Kemudian ada lagi tokoh Saodah yang diperankan oleh Tika Panggabean sebagai figur bos Office Boy yang dengan perangai yang galak amat suka meminjam uang tanpa mengembalikannya kepada rekan-rekannya.Ada juga tokoh Susi yang amat jatuh cinta kepada Sayuti rekan kerjanya sesama office boy hingga rela berbuat apa saja tanpa tahu apakah Sayuti akan membalas cintanya.

Penulis pernah juga menonton sendiri sinetron “Pintu Hidayah” di RCTI yang berjudul “Janda Gila Harta”.Dimana di sinetron itu digambarkan seorang janda yang pura-pura bercerai dari suaminya demi harta seorang bujang.Padahal dia masih berbuat mesum dengan mantan suaminya.
Masih banyak lagi tayangan televisi terutama sinetron kita yang sangat sterotipe terhadap perempuan dan mengandung unsur kekerasan terhadap perempuan.Hal inilah yang harus menjadi catatan kritis bagi para pemirsa televisi.

Kenapa citra perempuan selalu ditampilkan jelek-jelek semua begitu?Kalau tidak selalu teraniaya,selalu kegenitan pekerjaannya hanya berdandan terus,pasrah,suka memeras,dan sebagainya.

Menurut Veven Sp.Wardhana pengamat televisi dan media ada tiga tipologi perempuan dalam tayangan televisi indonesia: [1] perempuan pembawa petaka, [2] perempuan pelaku duka nestapa yang sama sekali tak pernah punya daya untuk menghadapi dan melawan penyebab duka derita, [3] pseudo-manusia alias perempuan 'sakti' yang menjadi pendekar aneh macam mak lampir atau sekalian menjadi hantu macam si manis jembatan ancol --dan mereka inilah yang bisa balas dendam.

Karena itulah penting peran masyarakat untuk mengontrol tayangan-tayangan di stasiun televisi.Serta mengarahkan anak yang belum dewasa ketika bertanya tentang tayangan yang sedang tampil di televisi.Masukan-masukan dari masyarakat tentu akan berguna bagi kesuksesan stasiun televisi itu sendiri.

Lalu bagaimana peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam hal menertibkan tontonan seperti ini?Yang jelas-jelas sangat stereotipe terhadap perempuan dan merugikan perempuan.

Peran Komisi Penyiaran Indonesia
Belum lah pernah masyarakat mendengar atau mengetahui peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam menertibkan tayangan yang sangat bias gender dan merugikan hak-hak kaum perempuan.

Peran Komisi Penyiaran Indonesia dalam hal ini amat dinantikan perananannya oleh masyarakat tentunya.Cobalah membuka hotline khusus untuk pengaduan protes atau masukan untuk masyarakat.Memang sekarang sudah dibuka formulir pengaduan ke Komisi Penyiaran Indonesia di situs Komisi Penyiaran Indonesia.Tetapi keberlangsungannya protes dan masukkan dari masyarakat tersebut tidak diketahui oleh masyarakat.

Maka amat diperlukan ruang pengaduan yang terbuka bagi masyarakat serta prosesnya diketahui oleh masyarkat luas.Serta Komisi Penyiaran Indonesia wajib melaporkan pertanggungjawaban publiknya dihadapan masyarakat atau mekanisme tanggunggugat agar kinerja Komisi Penyiaran Indonesia bisa diukur oleh masyarakat luas.

Juga,amat penting kepada Komisi Penyiaran Indonesia untuk bekerjasama dengan Komisi Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (KOMNAS Perempuan) agar mendapatkan masukan tentang materi penyiaran yang tidak bertentang dengan HAM,sensitif gender dan peka terhadap persoalan-persoalan kekerasan terhadap perempuan.Sehingga diharapkan Komisi Penyiaran Indonesia memiliki alat kerja untuk mengevaluasi materi penyiaran di stasiun Televisi agar tidak melanggar hak asasi manusia.

Kerjasama itu haruslah bersifat menetap jadi jangan sepotong-sepontong atau sementara saja sifatnya.Bukankah kerjasama antara ketiga Komisi Nasional itu tidak pernah dilakukan sebelumnya?

Peran Stasiun Televisi dan Lembaga Pendidikan Penyiaran
Peran stasiun televisi dalam hal ini sungguh besar diharapkan.Dengan mengadakan pelatihan tentang pemahaman hak asasi manusia,gender dan pemahaman kekerasan terhadap perempuan akan menambah pengetahuan para jurnalis televisi agar tidak melanggar hak asasi manusia dan ramah terhadap perempuan.

Begitu juga dengan lembaga pendidikan penyiaran entah itu di jurusan komunikasi atau jurnalistik ataupun pendidikan kursus penyiaran agar juga memasukan kurikulum tentang hak asasi manusia,gender dan kekerasan terhadap perempuan sehingga ketika mereka akan masuk ke dunia pekerjaan mereka sebagai jurnalis sudah memiliki pemahaman tersebut.Sehingga tidak lagi kita melihat tayangan televisi yang reporternya bertanya kepada perempuan korban kekerasan yang berdarah kepalanya karena sehabis dipukul oleh suaminya dengan kayu dengan pertanyaan yang bodoh.Seperti “Bagaimana perasaan Ibu sakitkah dipukul suami?”.Itukan lucu sekali sudah tahu sampai berdarah-darah masih ditanya sakit apa tidak.

Juga amat perlu stasiun televisi membuka hotline khusus untuk menerima pengaduan langsung dari masyarakat.Karena komunikasi antara pihak stasiun televisi dan masyarakatlah yang saat ini menjadi hambatan.Dengan dibuka hotline ini diharapkan stasiun televisi mendapatkan masukan dari masyarakat dan masyarakatpun langsung mendapat penjelasan dari pihak stasiun televisi.Akankah cita-cita cuma mimpi saja?


*****

2 comments:

emojazz said...

Sampai sekarang aku masih belum tau, kenapa Istilah Wanita ditukar menjadi perempuan ?
Apa dinda bisa membantu ?

Anonymous said...

salam kenal bwt anda, saya baru saja membaca artikel anda yg berjudul perempuan dalam tayangan televisi. artikel anda sangat menarik untuk kita pelajari lebih dalam, terutama pada pandangan dari veven sp wardhana yang mengemukakan ttg tipologi perempuan dalam televisi di Indonesia. kalo boleh tahu, anda mendapatkan referensi dari buku apa yaa dan pada halaman berapa pandangan veven tsbt berada? saya ingin mendalami sekali, apalagi kalo ada buku dari veven itu sendiri. mohn jawaban anda kirim ke E mail saya: perdanagung001@ymail.com. Terima kasih dan terus berkarya.....