Saturday, December 17, 2016

Cara Perusahaan Memberikan Efek Jera Kepada Karyawan yang Melakukan KDRT

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt57da009935e5f/cara-perusahaan-memberikan-efek-jera-kepada-karyawan-yang-melakukan-kdrt

Pertanyaan :
Cara Perusahaan Memberikan Efek Jera Kepada Karyawan yang Melakukan KDRT
Saya bekerja di satu perusahaan tambang yang memiliki departemen Hak Asasi Manusia. Dalam praktiknya, kami sering kali berhadapan dengan isu KDRT yang melibatkan karyawan kami. Pertanyaan saya, apakah permasalahan seperti KDRT (pelaku adalah karyawan yang menelantarkan istri/kekerasan ekonomi) dapat dihukum dengan mengikuti mekanisme penyelesaian industrial (bipartit/mediasi/arbitrase) ataukah harus tetap mengikuti proses pidana sebagaimana disyaratkan oleh UU KDRT, mengingat asas hukum ketenagakerjaan adalah hukum perjanjian? Selain itu, bagaimanakah caranya untuk dapat memberikan efek jera kepada pelaku sesuai dengan tanggung jawab perusahaan?
Jawaban :
Intisari:


Apabila pekerja melakukan KDRT terhadap keluarganya dalam bentuk penelantaran, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam UU PKDRT. Jadi, proses hukum terhadap pekerja yang bersangkutan adalah tetap berdasarkan UU PKDRT.

Adapun langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan menurut hemat kami adalah perusahaan atau atasan perlu memberikan peringatan keras kepada pekerja atau buruh yang melakukan KDRT, supaya pekerja atau buruh tidak melakukannya lagi.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.



Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.[1] Selanjutnya, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.[2]

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.[3] Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka terhadap pekerja yang melakukan pekerjaan pada sebuah perusahaan tambang berlaku UU Ketenagakerjaan, dimana ada hak dan kewajibannya sebagai pekerja.

Pekerja yang Melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Mengenai hubungan antara UU Ketenagakerjaan dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”), jika terkait hubungan kerja dan pekerjaan, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan. Namun, apabila pekerja melakukan kekerasan dalam rumah tangga (“KDRT”) terhadap keluarganya dalam bentuk penelantaran, maka yang berlaku adalah ketentuan dalam UU PKDRT. Jadi, proses hukum terhadap pekerja yang bersangkutan adalah berdasarkan UU PKDRT.

Pasal 1 angka 1 UU PKDRT menyatakan sebagai berikut:

“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”

Bentuk-bentuk KDRT
Prinsipnya, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:[4]
a.    kekerasan fisik;
b.    kekerasan psikis;
c.    kekerasan seksual; atau
d.    penelantaran rumah tangga.

Lebih lanjut, Pasal 9 UU PKDRT mengatur bahwa setiap orang dilarang menelantarkanorang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.

Menyangkut pertanyaan Anda, suami (pekerja di perusahaan tambang) yang menelantarkan istrinya secara ekonomi dapat dikategorikan sebagai penelantaran rumah tangga.

Sanksi Bagi Pelaku KDRT
Ancaman sanksi pidana bagi pelaku KDRT yang melanggar ketentuan Pasal 9 UU KDRT atau melakukan perbuatan KDRT dengan menelantarkan keluarganya adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.[5]

Langkah yang Dapat Dilakukan Pengusaha
Perusahaan atau atasan bisa melakukan teguran kepada pekerja apabila pekerja melakukan KDRT. Hal ini karena KDRT dalam bentuk penelantaran rumah tangga merupakan tindak pidana. Jika ternyata pekerja atau buruh dilaporkan melakukan KDRT dalam bentuk penelantaran terhadap keluarga, maka proses hukum terhadap pekerja atau buruh akan menghambat kelancaran bekerja pekerja itu sendiri.

Adapun langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan menurut hemat kami adalah perusahaan atau atasan perlu memberikan peringatan keras kepada pekerja atau buruh yang melakukan KDRT, supaya pekerja atau buruh tidak melakukannya lagi.

Sebagai referensi soal langkah yang dapat dilakukan jika perusahaan mengetahui adanya penelantaran dalam rumah tangga, dapat Anda simak artikel Ini yang Dapat Dilakukan oleh Saksi Mata Tindakan KDRT.

Kewajiban Pengusaha Jika Pekerjanya Melakukan Tindak Pidana
Sekedar informasi, masih sehubungan dengan ketenagakerjaan dan dugaan tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh pekerja, pengusaha mempunyai kewajiban yang diatur dalamPasal 160 ayat (1) UU Ketenagakerjaan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003:

Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karenadiduga melakukan tindak pidana, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a.    untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b.    untuk 2 (dua) orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c.    untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d.    untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar hukum:

Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 012/PUU-I/2003.

No comments: