Monday, September 1, 2008

[Resensi Buku] Fotografi Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan


[Resensi Buku] Fotografi Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
Judul Buku: Living With The Enemy
Karya Fotografer: Donna Ferrato
Genre : Kisah Nyata (True Story)
Bahasa : Inggris
Halaman: 175 halaman
Fotografi Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
Oleh : Titiana Adinda
[Relawan Pusat Krisis Terpadu untuk Perempuan dan Anak RSCM]
Aku dihadiahi buku ini seminggu yang lalu oleh sahabatku yang baik hati. Dia memesannya lewat www.amazon.com. Total harga buku dan biaya pengiriman ke Indonesia sejumlah Rp 400.000,- (Empat Ratus Ribu Rupiah). Hmm..Bukan harga yang murah ya hanya untuk sebuah buku. Apa sih istimewanya buku ini? Sampai aku ingin sekali memiliki buku ini.
Pertama kali melihat buku ini dari temanku seorang fotografer bernama mas Ahmad ‘Deny’ Salman. Kami, bersama-sama dgn PKT RSCM dan Jurnal Perempuan serta para fotografer sedang merancang sebuah program tentang fotografi kasus kekerasan terhadap perempuan. Sekarang sedang masa pematangan program dengan diskusi-diskusi yang kami adakan.
Begitu melihat buku ini kesan pertama adalah buku ini amat ‘lux’ pasti bukan buku biasa. Termasuk tema yang diangkat oleh fotografernya yaitu Donna Ferrato. Ya dia mengambil foto perempuan korban kekerasan. Ada foto korban kekerasan yang berdarah-darah, di rumah sakit, pertemuan para perempuan dalam kegiatan support group, di kepolisian, perempuan latihan self defense for women (latihan pertahanan diri untuk perempuan) hingga perempuan-perempuan yang dihukum dipenjara akibat upayanya bertahan dari kekerasan yang dihadapinya. Semua terlihat dari foto sepanjang buku itu. Misalnya kita bisa melihat bagaimana reaksi seorang anak kepada ayahnya yang telah melakukan kekerasan terhadap ibunya. Terlihat dalam foto itu anak tersebut marah sambil menunjuk ayahnya yang saat itu sudah dipegangi oleh polisi. Semu foto-foto tersebut adalah hitam putih.
Buku ini benar-benar membawa pelajaran baru untukku. Bagaimana seharusnya masalah kekerasan terhadap perempuan harus masuk dalam ranah publik bukan lagi dalam ranah domestik. Tentu saja dalam proses pembuatan buku ini setiap korban yang akan dipublish fotonya akan dimintai dulu ijinnya. Fotografer tidak boleh sembarangan mem-publish foto tersebut. Karena itu menyalahi hak korban atas perlindungan kerahasian identitasnya. Dan itu yang harus dipegang oleh setiap fotografer yang ingin memfoto korban kekerasan terhadap perempuan.
Buku ini relatif lengkap selain dipenuhi oleh foto-foto kasus kekerasan, ilustrasi kasus, penjelasan foto juga ada penjelasan tentang apa itu kekerasan terhadap perempuan serta kemana para perempuan bisa meminta pertolongan. Ada alamat lengkap lembaga perempuan penyedia layanan bagi perempuan korban (women crisis centre). Kita patut menyimak kalimat pembuka dalam buku tersebut:
Domestic violence is a human rights emergency. Donna Ferrato’s photographs are a call to acyion.
- No one can deserves to hit, beaten, threatened, humiliated or otherwise subjected to physical or emotional harm.
- Everyone can help stop domestic violence if given the tools and information.

We hope by providing the information in the following pages, more poeple will be able to:
- Reach out for help
- Offer support and information
- Feel confident in approaching someone in an
- Upload human rights for all
Information is power. Read this book, get the facts, share what you know woth others –and take action. Domestic violence can be stopped. All poeple have the rights to live with respect and dignity- free from fear.
Ya Donna Ferrato sang fotografer telah berbuat sesuatu untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dengan mendokumentasi, dan menyebarkan hasil fotonya kepada orang lain. Bahasa kerenya dia telah melakukan kampanye anti kekerasan terhadap perempuan. Akankah lahir fotografer-fotografer yang berjiwa mulia seperti Donna Ferrato di Indonesia? Entahlah hanya waktu yang bisa menjawabnya. Hal yang penting adalah kami, PKT RSCM, Jurnal Perempuan serta beberapa fotografer akan memulai program ini. Dengan niat baik tentunya mengkampanyekan gerakan anti kekerasan terhadap perempuan. Meski kami belum sampai tahapan proses merekrut para fotografer yang mau terlibat dalam program ini. Ya semoga saja para fotografer di Indonesia ini yang jumlahnya banyak itu mau mengabadikan peristiwa kekerasan terhadap perempuan lewat hasil jepretan mereka. Benar juga nampaknya pepatah yang mengatakan” Foto lebih banyak bicara daripada kata-kata”.
Salam hangat,

Titiana Adinda

7 comments:

Anonymous said...

Ihh... ngeriiii

Anonymous said...

Mbak Dinda, membayangkan bukunya saja saya sudah merinding.
Mengalami bertemu dengan beberapa korban kekerasan di Semarang membuat saya miris, karena saya yakin di luar sana banyak yang tidak kalah ngerinya.
Belum lagi, kekerasan yang tidak bisa diabadikan dengan kamera. Kekerasan yang lukanya membekas di mental korbannya.
Semoga proyek-proyek mulia ini membukakan mata manusia ya...

Nerinda said...

great...

aku mau join kalo dinda butuh fotografer ^_^

Titiana Adinda said...

Thank you komentarnya. Memang buku itu luar biasa bgsnya :-) Buat Mbak/Mas Nerinda rekrutmen fotografer untuk program ini belum dilakukan. Baca terus blogku ini. Nanti kalo ada proses rekrutmen fotografer akan di pasang koq infonya. Mksh byk ya...

Anonymous said...

Hi Dinda,
Perkenlkan diriku, Maylaffayza. Aku kagum dengan Dinda, membaca isi blogmu,aku belajar banyak. Dinda,mampir ke blogku ya di http://maylaffayza.blogdetik.com dan http://maylaffayza.multiply.com

Semoga kita bisa berteman.
Have a liberating day!

Anonymous said...

Hi Dinda,
Perkenlkan diriku, Maylaffayza. Aku kagum dengan Dinda, membaca isi blogmu,aku belajar banyak. Dinda,mampir ke blogku ya di http://maylaffayza.blogdetik.com dan http://maylaffayza.multiply.com

Semoga kita bisa berteman.
Have a liberating day!

Titiana Adinda said...

Hallo mbak May! Aduh aku kedatangan tamu org terkenal nih..He..He..Jadi malu habis isi blogku biasa bgt sih...Aku udah mampir ke blog mbak..Bagus bgt...Salam kenal dan hangat mbak..