http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4f222a6407a2a/selingkuh-via-telepon-dan-e-mail,-apa-bisa-dituntut?-
Pertanyaan:
Selingkuh via Telepon dan E-mail, Apa Bisa Dituntut?
Apa bisa dijerat dengan pasal 284 KUHP, bila istri melakukan
hubungan/selingkuh dengan seorang pria, tetapi istri belum melakukan
hubungan badan, hanya sebatas telepon, e-mail, sms, dan video YM, tetapi
semua bukti yang ada bahwa percakapan mereka baik itu sms, e-mail dan
telepon sudah mengarah ke arah yang sangat jauh ke arah hubungan badan.
Apakah istri tersebut bisa dituntut dengan UU perzinahan atau ada UU
yang lebih tepat lagi? Semua bukti dokumen ada semua. Apakah ada UU yang
mengatur agar anak-anak bisa diasuh dengan ayahnya jika mereka berpisah
karena istri selingkuh? Mohon pencerahannya, terima kasih.
yopiipoy
Jawaban:
Saudara Penanya yang Terhormat.
Kami mencoba menyampaikan definisi “selingkuh” berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Berikut ini definisinya :
Selingkuh:
1. Suka menyembunyikan sesuatu untuk kepentingan sendiri; tidak
berterus terang; tidak jujur; curang; serong; 2. Suka menggelapkan uang;
korup; 3. Suka menyeleweng.
Pasal 284 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) secara secara eksplisit menyebutkan kata “zina”. Zina terdefinisi :1.
Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat
oleh hubungan perkawinan (pernikahan); 2. Perbuatan bersenggama seorang
laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan
istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang
laki-laki yang bukan suaminya.
Saudara
Penanya sendiri telah menyangkal bahwa istri Saudara belum melakukan
hubungan badan, sehingga perbuatan di antara keduanya (istri Saudara
dengan pria lain tersebut) tidak terkualifikasi ketentuan Pasal 284
KUHP.
Bila
Saudara bermaksud menempuh jalur pidana yakni melaporkan perbuatan
perselingkuhan yang dilakukan istri Saudara ke kepolisian setempat, kami
menyarankan untuk menginvetarisasi dokumen-dokumen yang Saudara miliki
seperti video YM, sms, e-mail yang dapat membuktikan melanggar
kesusilaan dan menimbulkan kerugian (immateriil) kepada Saudara yakni
menimbulkan keretakan dalam rumah tangga Anda. Perbuatan tersebut
termasuk perbuatan yang dilarang sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik(“UU ITE”), yang berbunyi:
Setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Terhadap perbuatan tersebut berlaku Pasal 36 UU ITE yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi Orang lain.
Mengenai pelanggaran terhadap perbuatan tersebut, dapat dikenakan dengan Pasal 51 ayat (2) UU ITE, yakni
dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000.000,00 (dua belas miliar
rupiah). Atau juga dapat dijerat dengan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Mengenai hak asuh, menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
("UU Perkawinan) disebutkan bahwa apabila putus perkawinan karena
perceraian mempunyai akibat hukum terhadap anak, maka baik Bapak atau
Ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata
berdasarkan kepentingan anak, bilamana terjadi perselisihan mengenai
penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusannya (Pasal 41 UU Perkawinan).
Merujuk Kompilasi Hukum Islam, nusyuz-nya istri dapat dijadikan dasar hilangnya hak-hak seorang istri apabila ada bukti yang sah, termasuk hak asuh anak (hadhanah).
Nusyuz
adalah apabila istri tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya yaitu
kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada
suami di dalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam dan istri
menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan
sebaik-baiknya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 105 jo. Pasal 83 jo. Pasal 84 jo Pasal 80 Kompilasi Hukum Islam. Putusan Hakim Pengadilan Agamalah yang menentukan bukti yang sah dari pihak yang berselisih.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Terima kasih.
Dasar hukum:
5. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
No comments:
Post a Comment