Keresahanku menonton sinetron Hidayah di RCTI
Tadi malam (Minggu,11 Maret 2007) aku menonton sinetron hidayah di RCTI yang berjudul: “Perkawinan Janda Gila Harta” yang dimainkan oleh Novia Ardhana dan Sutan Goergi.
Dan benar saja keresahanku kalo seorang perempuan apalagi seorang janda mendapatkan stereotype atau penilaian miring di sinetron tsb.Digambarkan janda tersebut menceraikan suaminya demi menikah dgn lagi dgn seorang pemuda yang kaya.Tetapi sang janda digambarkan masih berbuat mesum dengan bekas suaminya.Belum lagi karakter ibu sang janda yang sangat matre (gila harta).Pokoknya cerita dalam sinetron itu pembodohan sekali dan amat streotipe terhadap perempuan.Perempuan (apalagi janda) digambarkan culas,suka uang/matre,dan memanfaatkan tubuhnya untuk memanfaatkan lelaki.
Menurutku sinetron2 kaya itu adalah pembodohan terhadap masyarakat sama saja dengan sinetron Office Boy dimana perempuan yang berperan menjadi Saschya itu bodoh,tidak pernah kerja,kerjaannya dandan melulu.(lihat tulisanku juga ttg sinetron OB ini di http://layarperak.com/news/tv/2006/index.php?id=1164312649).Juga di Trans TV ada sinetron Bajaj Bajuri dimana penggambaran sosok perempuan yang diperankan oleh Oneng (Rieke Dyah Pitaloka) sbg sosok yang bodoh dan Emak (Nani Wijaya) yang digambarkan sebagai sosok yang mata duitan dan culas.
Ada apa sebenarnya dengan penulis skenario sinetron kita?Dan barangkali apa yang ditulis oleh para penulis skenario mewakili pandangan umum org kebanyakan yaitu sangat stereotype thd perempuan.Aku ingin sekali para penulis sinetron itu dididik agar lebih peka gender dan tidak terus menerus memojokkan perempuan.
Lalu pertanyaan aku adalah dimana nih peran Komisi Penyiaran Indonesia?Jangan-jangan mereka ikut dalam pemberian steretype thd perempuan.Habis sampai sekarang sinetron kita begitu mulu sih ceritanya.
Trus selamat ya buat para aktivis perempuan yang tadi malam hadir di Kerajaan Mimpi;news.com di Metro TV.Sayang sekali proses pemintaran seperti ini hanya sedikit sekali waktunya bagi perempuan untuk mencerdaskan bangsa.Aku juga baru lihat mbak Mariana dari Jurnal Perempuan di acara itu.Selama ini aku hanya mengenalnya lewat komentar-komentarnya yang tajam di milis forum pembaca kompas saja.Kalo mbak Nia Sjarifudin,mbak Yeni Rosa Damayanti,Ibu Ndari,dan mbak Masruchah sih udah beberapa kali ketemu.Ok,sekian dulu komentarku.Makasih.
Salam,
|
Dinda
Dear Adinda,
ReplyDeleteAku tidak mengenalmu secara pribadi, tapi aku banyak dengar tentangmu. Keresahanmu sebenarnya adalah keresahan banyak orang, baik yang diungkapkan atau yang tidak diungkapkan. Sinetron itu juga melecehkan agama dan mereduksi kemaha-besaran Tuhan, yang katanya tak terjangkau otak manusia. Tapi toh manusia susakanya bicara atas nama Tuhan. Sayang, keresahan jutaan orang itu tidak terorganisir ya. Salam dan sukses buat Dinda. Palupi
Sejak awal kedatangan ke Indonesia, saya cukup terhenyak melihat tipe sinetron ini. Jujur saja, hanya satu atau dua yang cukup mengesankan. Selain itu saya pikir lebih banyak kesan negatifnya daripada positifnya.
ReplyDeleteKebanyakan ceritanya melakukan eksploitasi potensi naluri manusia dengan hal-hal supranatural dan cenderung berlebihan. Bukannya berusaha mengetengahkan, apalagi menafsirkan, kejadian-kejadian tidak biasa dengan sesuatu yang lebih rasional.
Akhirnya, gagasan cerita dengan substansi yang baik tidak sampai kepada pirsawannya. Bahkan, cenderung menjadi tertawaan atau bahan olokan. Inilah risikonya dalam banyak hal yang seperti ini.
Maksud saya adalah hal-hal yang lebih suka diketengahkan dalam bentuk sesuatu yang di luar nalar dan seringkali diterima manusia karena adanya ikatan emosional. Paling tidak, karena naluri yang sudah tersedia di dalam diri manusia: tertarik pada hal yang di luar jangkauan akalnya, termasuk di dalamnya naluri beragama.
Kebanyakan ceritanya dikemas dalam bentuk yang tidak rasional. Alirannya romantisisme akut; lebih suka bermain-main dengan imajinasi yang jauh hingga mencapai fantasi: lebih disukai anak-anak dalam kasus tertentu.
Makanya, saya sendiri tidak terlalu suka menonton sinetron ini.
Hi Dinda,
ReplyDeleteaku sebenarnya juga sangat prihatin dengan sinetron jenis ini. Tapi disisi lain, aku berfikir bahwa inikah potret cara berfikir mayarakat kita? Katanya 'budaya populer' merupakan potret suatu mayarakat, baik segi sosial,behavior,budaya atau apalah...
inilah yang membuat unik sedih. kenyataan bahwa ini adalah potret mayarakat kita yang masih salah menafirkan banyak hal.
ada suatu cerita yang ingin sekali saya share. Mungkin kalau kita ketemu suatu hari deh...