Dear All,
Dibawah ini tulisan di jurnal nasional tgl 16 Februari 2007,Sabtu tentang latihan "Self Defense for Women".Aku sendiri belum lihat wujud bentuk fisik korannya.Hanya lewat website aja.Ok Met membaca.
Salam hangat,
Dinda
=========
http://www.jurnalnasional.com/new2/?KR=JURNAS&NID=21470
Perempuan (Harus) Bisa Ilmu Bela Diri
Jakarta
Jumat, 16 Februari 2007
DI LUAR rumah, entah itu perampok, pencopet, atau penjambret, cenderung lebih
memilih perempuan sebagai sasaran mereka. Bahaya lain yang mengancam adalah
pemerkosaan.
Karena itu kaum perempuan boleh jadi tak asing lagi mendengar nasihat, "Jangan
jalan malam-malam sendirian" atau "Hati-hati, tempat itu rawan kejahatan".
Secara tidak langsung, kekhawatiran semacam itu membatasi kebebasan perempuan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut data yang dikeluarkan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) terjadi peningkatan 45 persen kasus kekerasan dengan korban
perempuan dari tahun 2004, sejumlah 14.020 kasus, menjadi 20.391 kasus pada
2005.
Agar bisa hidup bebas, kaum perempuan harus mengetahui hak-haknya dan
mempertahankan dirinya dari ancaman tersebut dengan cara yang tepat. Artinya,
cara tersebut sesuai dengan kekuatan sekaligus kelemahan perempuan pada umumnya.
"Salah satu cara yang bisa dilakukan perempuan adalah melawan dengan teknik
bela diri," ujar Titiana Adinda, atau biasa disapa Dinda, mantan asisten
koordinator pada Komnas Perempuan. Sejak November 2006, bersama beberapa orang
rekannya, Dinda mengadakan latihan bela diri yang ditujukan bagi para perempuan.
Hebatnya lagi, latihan itu diberikan secara percuma. Program ini dinamakan Self
Defense For Women.
Semuanya berawal dari sebuah artikel hasil karya Dinda, berjudul "Kekerasan
Terhadap Perempuan: Penyakit Masyarakat" yang dimuat di mailing list pembaca
sebuah harian nasional.
Artikel tersebut mendapat berbagai respon dari para pembaca, salah satunya Dedi
Mansur, seorang pengajar karate (sensei). Ia mengusulkan kepada Dinda agar ia
mengadakan latihan bela diri bagi perempuan agar mereka bisa melindungi diri
sendiri dari tindak kekerasan.
"Karena saat itu Sensei Dedi bermukim di Amerika Serikat, ia meminta bantuan
temannya sesama Sensei yang ada di Jakarta," tutur Dinda. Dedi lalu mengontak
rekannya, Fahmi Haris.
Setelah Fahmi menyatakan bersedia membagi ilmunya, Dinda mulai mencari peserta
dengan menawarkan program latihan tersebut melalui mailing list, termasuk Hanya
Wanita, Cita Cinta, dan Mediacare. Alasannya, cara tersebut lebih murah daripada
menginklankannya di media. Setelah terkumpul 20 orang peserta, latihan pertama
akhirnya terlaksana di kompleks olahraga Senayan, Jakarta Selatan.
Sampai sekarang latihan bela diri tersebut masih rutin diadakan setiap hari
Minggu. Namun kini mengambil tempat di kediaman Fahmi di Jl. Taman Tanah Abang
III No.19 Jakarta Pusat. "Teknik bela diri yang diajarkan adalah teknik
sederhana yang bertujuan agar perempuan tersebut bisa merespon dengan cepat saat
akan diserang atau diancam," ujar Dinda.
Ia mencontohkan, salah satu teknik dasar yang diajarkan adalah gerakan tangan
untuk menangkis tamparan. Diajarkan pula teknik paling mudah untuk melumpuhkan
lawan, seperti meninju tulang kerongkongan dan mencolok mata dengan jari. Setiap
peserta diberikan latihan gratis selama lima pekan atau lima kali latihan.
Selama itu peserta belajar teknik yang mengkombinasikan ketangkasan, kekuatan,
dan sikap.
Untuk menghindari bahaya cedera saat latihan, Dinda menuturkan bahwa para
peserta diharuskan melakukan pemanasan sebelum menjalani latihan. Setelah
berlatih, peserta diajak merelaksasi tubuh dengan yoga. "Kebetulan Sensei Fahmi
juga menguasai teknik yoga," ujar Dinda.
Menurutnya, setiap orang dianugrahi kemampuan menghindar dari bahaya.
"Masalahnya, kita sering tidak tahu bagaimana menggunakannya. Refleks juga
merupakan kekuatan alami."
Selain teknik fisik, para peserta juga diajarkan teknik menangkal serangan
dengan cara psikologis. Misalnya, saat diserang perempuan sebaiknya berteriak
agar si pelaku merasa takut tindakannya akan diketahui orang lain, sehingga ia
membatalkan niatnya.
Selain itu, perempuan-perempuan yang berguru pada Fahmi juga diingatkan agar
selalu waspada saat berada di luar rumah. "Walaupun kita tahu cara membela diri,
tapi tetap harus waspada, jangan memakai perhiasan berlebih agar tidak
mengundang niat jahat," ucap Dinda.
Dituturkannya, sebagian besar peserta latihan bela diri itu adalah wanita
bekerja. Sebagian dari mereka mengaku pernah mengalami kekerasan di luar rumah.
Dinda berharap, program latihan yang dicetuskannya itu menjadi inspirasi bagi
lebih banyak orang agar membuka pelatihan serupa.
"Perempuan sangat perlu kemampuan untuk melindungi diri sendiri. Mereka lebih
rentan terhadap kekerasan, baik itu perempuan bekerja, ibu rumah tangga, sampai
buruh migran."
Keinginan Dinda untuk membantu kaum perempuan tak berhenti sampai di situ.
Kini, bersama dengan sang guru bela diri, ia tengah menyusun sebuah buku
mengenai teknik-teknik bela diri bagi perempuan, mulai dari teknik yang paling
praktis.
Tak cuma itu, perempuan yang kini bekerja pada sebuah konsultan hukum itu juga
berencana mengadakan pelatihan bela diri bagi para buruh migran yang akan
diberangkatkan ke luar negeri. "Di sana kan mereka sendiri, harus tahu caranya
mempertahankan diri." Dinda juga berencana memperkenalkan kebudayaan di negara
yang akan mereka datangi.
Selain program yang diadakan Dinda dan kawan-kawan, teknik bela diri khusus
perempuan juga bisa dipelajari di Matra School, yang bertempat di Bintaro Jaya
IV, Jl Cucur Timur II Blok A2/9, Tangerang. Matra School yang diprakarsai oleh
Andre Tuwaidan itu menawarkan program latihan Fight Back yang berisi
teknik-teknik khusus untuk mencegah dan menghadapi serangan fisik.
Selain dengan klub-klub olahraga, Matra School juga membuka peluang kerjasama
dengan organisasi-organisasi perlindungan perempuan untuk memberikan pelatihan
mengenai cara-cara membela diri bagi perempuan.
(Cininta Analen)
No comments:
Post a Comment