5 Langkah Membantu Korban KDRT


KOMPAS.com - Apa yang akan Anda lakukan, saat mengetahui kakak, adik, sahabat, teman baik di kantor, atau siapa pun orang yang Anda sayangi dan pedulikan, menjadi korban KDRT? Dalam kondisi seperti ini, tak cukup bagi Anda untuk menunjukkan sikap peduli atau keinginan kuat untuk membantunya keluar dari penderitaan KDRT. Anda pun tak bisa sembarangan bertindak, karena jika salah bersikap, Anda justru berpotensi menyakiti si korban. Korban KDRT pun mengalami kekerasan berlapis, dari pelaku kekerasan dan dari Anda, orang yang berniat membantunya.
Saat dorongan untuk membantu begitu kuat, temukan cara tepat. Misalnya, sepupu Anda mengalami kekerasan psikis dari suaminya. Sang suami terlalu mengontrolnya, dan tidak ingin sepupu Anda meluangkan waktu kosong selain dengannya. Atau kondisi lain seperti suami kakak Anda cemburuan meski Anda tahu tak ada alasan untuk cemburu karena kakak Anda tak pernah melakukan apa pun yang berpotensi membuat suaminya merasa tak nyaman atau merasa terancam.
Kalau Anda menemukan tanda-tanda tersebut dalam hubungan pernikahan orang terkasih Anda, itu adalah bentuk kekerasan psikis dalam rumah tangga. Anda bisa melakukan sesuatu, tapi jangan sampai memperburuk situasi, bahkan membahayakan keselamatan orang terkasih Anda. Jangan pula menciptakan kondisi dengan menghujani pertanyaan kepada si korban, yang membuatnya merasa terasing. Berikan dukungan terhadap korban namun hindari konflik yang sifatnya emosional.
Berikut sejumlah caranya:
1. Edukasi diri. Cari organisasi, lembaga, atau komunitas yang bisa membantu Anda mendapatkan pengetahuan tepat mengenai kekerasan terhadap perempuan atau KDRT. Melalui jaringan ini Anda bisa mencari tahu cara yang lebih tepat dalam penanganan kekerasan. Tanpa memiliki pengetahuan yang baik, Anda cenderung bersikap tanpa arah, yang bisa jadi justru merugikan korban.
2. Pendekatan tepat. Lakukan pendekatan dengan orang yang Anda sayangi, dan menjadi korban dalam perspektif Anda. Karena bisa jadi, kakak atau sepupu atau siapa pun yang menurut Anda adalah korban kekerasan (psikis utamanya), tak selalu merasa sebagai korban. Jangan mudah menyerah jika memang Anda berniat membantunya. Karena bisa jadi ia tidak menghargai usaha Anda. Sebagian perempuan merasa kontrol berlebihan dari suaminya adalah bentuk ungkapan cinta. Kalaupun ia sadar perilaku suaminya salah, ia kerap merasa tak bisa hidup tanpanya. Situasi ini sulit dan tak mudah bagi Anda untuk membantu si korban, selembut apa pun pendekatan yang Anda lakukan. Jadi cari pendekatan yang tepat jika ingin membantunya.
3. Jangan mengkritik. Niat baik untuk membantu jika dilakukan dengan cara kurang tepat takkan membuahkan hasil. Dalam pandangan Anda, sikap suaminya jelas keliru dan merupakan bentuk kekerasan. Tapi belum tentu pandangan korban juga demikian. Ungkapkan pandangan Anda tanpa terkesan menghakimi atau mengkritik. Alih-alih mengeluhkan perilaku pasangannya, Anda bisa menawarkan bantuan, misalnya dengan menanyakan apa yang bisa Anda lakukan untuknya? Kalau si korban merasa tertarik dengan pertanyaan Anda, biarkan ia yang mulai mengungkapkan kerisauannya. Peran Anda adalah mendengarkannya. Biarkan ia bicara tanpa perlu Anda pancing dengan pertanyaan apa pun. Sikap ini akan membuatnya merasa nyaman berbicara dengan Anda.
Sekali lagi, tugas Anda adalah mendengarkan bukan menilai, apalagi menghakimi. Ketika si korban merasa memiliki dukungan, ia akan lebih terbuka dengan Anda. Dan tetaplah menjadi pendengar setianya. Dampingi ia sampai ia merasa siap untuk bertindak melakukan sesuatu untuk memperbaiki kehidupannya. Jadilah pendengarnya, namun tunjukkan juga dukungan dan selipkan motivasi tanpa mendominasi pembicaraan. Ajak ia bicara ketika ia siap melakukannya. Jangan memaksanya bicara karena Anda begitu ingin membantunya keluar dari masalah. Meski Anda terkesan pasif, ada kalanya Anda bisa bersikap tegas terutama ketika situasi di rumah tangganya mulai membahayakan jiwanya. Anda perlu tegas untuk membantu korban membuat pilihan. Dukungan yang tepat dari orang terdekat akan memberanikan dirinya dalam bertindak.
4. Berhati-hati. Ingatkan teman atau saudara Anda bahwa pasangannya yang melakukan kekerasan psikis (terlalu protektif) juga akan mengontrol berbagai tindakannya. Kalau si korban mencari informasi mengenai penanganan kekerasan melalui komputer misalnya, si pelaku kekerasan akan mengetahuinya karena ia akan mencari tahu apa yang dilakukan korban. Pelaku tak hanya memonitor korban, tapi juga komputer atau telepon yang digunakannya, untuk mengetahui apa yang telah dilakukannya. Jadi ingatkan orang terdekat Anda untuk mengunjungi tempat umum atau rumah teman yang bisa dipercaya jika ingin mencari informasi atau membutuhkan perlindungan dari pihak berwajib. Mungkin sulit bagi Anda untuk meyakinkannya hidup tanpa pasangan pelaku kekerasan. Tapi Anda bisa membuatnya membayangkan bagaimana bisa hidup lebih bahagia tanpa pasangan pelaku kekerasan. Dukungan dan perhatian Anda bisa memberikan pengaruh besar bagi korban kekerasan. Namun Anda perlu melakukan pendekatan tepat terhadap situasi sulit ini dengan sangat hati-hati, demi keselamatan Anda dan korban.
5. Bantu cari rumah singgah sebatas perencanaan. Kalau orang terdekat korban kekerasan memutuskan meninggalkan pasangannya, bantu ia menemukan rumah singgah yang tepat dengan perencanaan yang baik. Apalagi jika ada anak, pastikan ketika korban meninggalkan pasangannya, ia telah memiliki tempat tinggal yang aman. Kalau perlu cari rumah singgah yang menampung korban kekerasan, yang keberadaannya tidak diketahui oleh siapa pun. Ini penting untuk menjaga keselamatan Anda, terutama korban, dari kemungkinan tindakan kekerasan lanjutan dari si pelaku.
Ketika korban KDRT meninggalkan pasangannya dan memutuskan mengakhiri hubungan, risiko kematian tetap ada. Risiko ini tak hanya mengintai korban, tapi juga anak mereka, bahkan Anda, orang yang berniat membantu korban untuk mendapatkan hidup lebih layak dan bahagia. Jadi, kalau Anda memang peduli, minimalisasi risiko ini dengan mendampingi korban merencanakan atau mencari tempat tinggal atau rumah singgah, namun pastikan semuanya aman, untuknya juga Anda. Artinya, biarkan si korban yang memilih tempat tinggalnya, Anda hanya perlu membantu merencanakan dan memberikan dukungan, bukan menentukan keberadaannya.
Editor: Dini