Wednesday, March 20, 2013

Surat Terbuka kepada Fahira Idris





Surat Terbuka kepada Fahira Idris


Jakarta, 19 Maret 2013

Kepada Yth
.
Fahira Idris
Di Tempat

Assalamu'alaikum Wr.Wb

Saya sengaja menulis surat terbuka ini kepada mbak Fahira Idris setelah saya membaca tweet
Mbak hari Selasa, 19 Maret 2013, yang mengatakan: Tapi sebaliknya, sy menghimbau agar teman2 #LGBT dg amat sangat tidak menjadi PREDATOR bagi anak2 bangsa yg normal, shg menjadi #LGBT

Saya jadi ingin menceritakan pengalaman hidup dan beraktivitas dengan teman-teman LGBT. Perkenalkan nama saya Titiana Adinda, biasa dipanggil Dinda, berusia 34 tahun, berjenis kelamin perempuan. Saat ini saya bekerja sebagai finance officer di Our Voice Indonesia sebuah LSM LGBT. Saya sudah bekerja di Our Voice selama 1satu tahun. Saya seorang muslim dan mengunakan jilbab sejak saya berusia 13 tahun. Selain bekerja sebagai finance officer, saya adalah seorang penulis. Sudah sekitar 11 buku yang saya tulis.

Terus terang saya amat terganggu dengan tuduhan Mbak yang menyatakan bahwa LGBT adalah Predator. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Predator berarti binatang yang hidupnya dari memangsa binatang lain; hewan pemangsa hewan lain. Sungguh mengerikan sekali istilah itu. Kalau menurut saya Mbak tidak sepantasnya menggunakan kata Predator untuk teman-teman LGBT. Karena jelas kata tersebut berkon
otasi negatif. Padahal kenyataannya sungguh tidak demikian yang saya rasakan.

Bergaul sejak lama dengan banyak teman LGBT dan sudah setahun belakangan ini saya berhubungan sangat intens dengan mereka karena saya bekerja di organisasi LGBT. Tidak sedikitpun orientasi seksual saya berubah. Saya tetap heteroseksual yang jelas tertarik kepada laki-laki (lawan jenis). Dan tidak pernah ada upaya sedikitpun dari teman-teman LGBT untuk mengubah orientasi seksual saya. Jadi tuduhan bahwa teman LGBT adalah Predator menurut saya sama sekali tidak benar dan tuduhan penuh kebencian. Saya juga sering kali membaca buku-buku terbitan organisasi LGBT. Tetapi itu sama sekali tidak membuat saya berubah menjadi seorang homoseksual.

Sepengalaman
saya bergaul dengan mereka kesan yang saya peroleh adalah bahwa mereka sama saja dengan kaum heteroseksual juga. Mereka kadang nyebelin, tapi tak jarang juga menyenangkan sekali. Bahkan sebagian besar dari mereka memberi kesan sangat baik perilakunya terhadap saya. Mereka juga sangat toleran kepada saya ketika saya hendak menunaikan ibadah sholat 5 waktu, termasuk ketika saya puasa Ramadhan dan puasa Sunnah Senin-Kamis. Bahkan saya les privat mengaji alias membaca Al qur’an yang gurunya adalah seorang homoseksual. Les mengaji ini saya lakukan seminggu sekali.

Saya belajar mengaji lagi karena kemampuan tajwid saya berkurang sangat jauh akibat operasi pemasangan selang mikro di kepala saya sebab saya terserang bakteri meningitis (radang selaput otak) 9 tahun yang lalu. Akibat serangan meningitis itu selain saya menderita amnesia juga kemampuan syaraf motorik saya berkurang yang menyebabkan kaki kanan saya lumpuh, sehingga saya memakai tongkat untuk berjalan dan beraktivitas.

Satu hal lagi yang membuat saya kagum dengan teman-teman LGBT adalah mereka sangat terbuka dan mau menerima saya bekerja sebagai finance officer meskipun kondisi saya mengunakan tongkat untuk berjalan atau saya adalah seorang difable. Artinya jelas mereka melihat kemampuan saya daripada tampilan fisik saya.

Demikianlah surat terbuka ini saya sampaikan. Mbak, teman-teman LGBT juga sama seperti kita yang heteroseksual. Sama-sama membayar pajak terhadap Negara, punya perasaan cinta dan kasih sesama manusia. Maka sudah sepantasnya kita maupun negara melindungi mereka. Kita juga mesti sadar kalau semua manusia itu sama dihadapan Allah SWT yang membedakan hanya taqwanya. Dan yang bisa menilai ketaqwaan seseorang hanyalah Allah SWT yang berhak melakukannya. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Salam hangat,

Titiana Adinda

5 comments:

  1. Sebagai seorang yang beragama apalagi muslim, sudah seharusnya prasangka buruk di buang jauh-jauh. Yakinlah bahwa itu tidak ada manfaatnya sama sekali.

    Bahkan, jika tahu keburukan atau aib orang lain, tidak sepantasnya kita menghina, mencaci apalagi mengutuknya.

    Sayangilah mereka, justru tugas kita adalah menutupi aib2 mereka. Berusahalah untuk memperbaiki mereka dengan cara2 yang sangat santun.

    Lihatlah diri kita. Begitu banyak aib ada pada diri kita, kalau kita mau jujur. Tapi Alloh SWT masih menutupinya, karena sayang?

    Orang lain pun mau diperlakukan seperti itu, iya kan?

    ReplyDelete
  2. saya setuju dengan isi surat mbak dinda. saya juga mengenal dekat beberapa teman #LBGT selama lebih dari 5 tahun. tapi kemudian itu tidak membuat saya berubah menjadi seorang homoseksual.

    justifikasi berlebihan sebelum mengenal betul kaum atau kelompok orang tertentu bukan hal yang baik. kadang kita dengan mudah menjustifikasi.. tapi andai anda ada di posisi orang yang di hakimi sebelum jelas benar atau salahnya, bagaimana perasaan anda.. sebaiknya kita belajar menjaga lisan (dan jari) sebelum mengeluarkan statement di media manapun karena itu akan ada pertanggungjawabannya dan bisa jadi bumerang untuk anda sendiri.. :)

    ReplyDelete
  3. Kalau memang teman2 sayang dengan para LGBT seharusnya berupaya sekuat tenaga untuk membawa mereka hidup normal atau paling tidak menghimbau mereka agar jangan melakukan hubungan seksusl sejenis, jangan malah ikut serta membantu mengorganisir kiprah mereka dengan bergabung bekerja dengan organisasi tentunya akan menjadi conflict of interest sehingga anda sulit untuk menasehati mereka.

    ReplyDelete
  4. bismillah,
    setau saya kaum LGBT tidak bisa dibilang predator.apapun kondisinya meraka adalah manusia dengan dasar fitrah yang samakan? waktu, hidup, pergaulan, emosi, psikis dan banyak faktor lain yang menjadikan mereka seperti itu. hanya saja dari agama ( saya juga muslim ) itu adalah penyimpangan, itu adalah dosa, sebagaimana kaum nabi Luth. Selanjutnya dalam hal ini, menjauhi mereka bukanlah solusi, malah menghakimi. Sudah tugas sesama umat mestinya kita berbaur dengan mereka dan senantiasa memohon dan berusaha, tentunya dengan orientasi bahwa kita berusaha untuk membawa mereka pelan2 ke kodratnya sebagai manusia. yang perlu di bekalkan mungkin lebih ke metode2nya, maaf numpang komentar..
    dp

    ReplyDelete